LAPORAN PRAKTIKUM
PENILAIAN STATUS GIZI ANTROPOMETRI
(IMT, MEMPREDIKSI TINGGI BADAN, WHR, LINGKAR PERUT, LILA,
%BODY FAT)

OLEH
:
ZHYLVIA
RAMDHA
K21110286
KELOMPOK
A1
PROGRAM
STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi adalah suatu proses organisme
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti,
adsorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang
tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal
dari organ-organ serta menghasilkan energi. Status gizi adalah ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Di masyarakat, cara
pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi[1].
Penilaian status gizi merupakan upaya
menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui penilaian
antropometri, konsumsi makanan, biokimia, dan klinik. Informasi ini digunakan
untuk untuk menetapkan status kesehatan
perorangan atau atau kelompok penduduk
yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat gizi. Sistem penilaian status
gizi dapat dilakukan dalam bentuk survei, surveilen, atau skrining[2].
Penilaian status gizi perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi penyakit-penyakit yang erat kaitannya dengan asupan gizi.
Semakin maju ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara status gizi dan
penyakit, semakin pesat perkembangan ilmu pengetahuan mengenai indikator yang
digunakan dalam pengukuran tubuh manusia, semakin kuat pula keyakinan tentang
perlunya dilakukan penilaian status gizi terhadap masyarakat secara teratur2.
Menurut Jonathan (2007) dalam BMI compared with 3-dimensional body shape:
the UK National Sizing Survey bahwa “Bentuk tubuh manusia adalah sumber yang kaya informasi tentang kesehatan dan risiko penyakit. Mengukur antropometri secara
manual memakan waktu dan hanya
mengukur beberapa bentuk yang
digunakan secara teratur dalam praktek
klinis atau epidemiologi, keduanya masih mengandalkan terutama pada indeks massa tubuh (BMI). Pemindaian tubuh tiga-dimensi
menyediakan tampilan berkualitas tinggi
tentang informasi bentuk. IMT
yang digunakan untuk mengkategorikan underweight,
BB normal, kelebihan berat badan, obesitas dan banyak penelitian telah
menggambarkan hubungan antara IMT dan resiko penyakit kardiovaskular (CVD) dan
penyakit lainnya”[3].
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Anne
M Euser (2005) dalam Associations between prenatal and infancy weight gain and BMI, fat mass, and fat
distribution in young adulthood: a prospective cohort study in males and
females born very preterm menyatakan bahwa “Obesitas merupakan masalah kesehatan utama di seluruh
dunia. Obesitas juga
dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian. Penelitian di Belanda telah menunjukkan bahwa mengurangi asupan kalori ibu selama 2 trimester pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko obesitas dewasa. Hubungan antara berat lahir, terutama indikator
pertumbuhan janin selama trimester
ketiga, dan obesitas dewasa
adalah samar-samar. Dalam studi ini, obesitas dinyatakan
sebagai indeks massa tubuh (BMI,
dalam kg/m2), yang meliputi massa lemak dan massa
lemak bebas”[4].
Sementara itu menurut Lei SF (2006) dalam Relationship Of Total Body Fatness And Five
Anthropometric Indices In Chinese Aged 20–40 Years: Different Effects Of Age
And Gender menyatakan bahwa “Indeks antropometri (seperti indeks massa tubuh (BMI), lingkar pinggang, lingkar pinggul, pinggang-pinggul rasio (WHR) dan conicity index (CI)) biasanya digunakan untuk menilai massa lemak karena mereka relatif mudah
dan murah untuk diperoleh.”[5].
Dari beberapa data penelitian yang ada
menunjukkan akan pentingnya dilakukan penilaian status gizi melalui pengukuran
antropometri, maka dilakukanlah praktikum ini.
I.2 TujuanPercobaan
I.2.1 TujuanUmum
Adapun tujuan umum dari percobaan ini adalah untuk mengetahui status gizi
praktikan dengan cara antropometri.
I.2.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari percobaan ini adalah:
1. Untuk mengetahui IMT (Indeks Massa Tubuh) praktikan
2. Untuk memperkirakan tinggi badan praktikan
3. Untuk mengetahui WHR (Rasio lingkar pinggang lingkar panggul) praktikan
4. Untuk mengetahui lingkar perut praktikan
5. Untuk mengetahui lingkar lengan atas (LILA) praktikan
6. Untuk mengetahui % Body Fat
praktikan
I.3. Manfaat Percobaan
Adapun manfaat dari percobaan ini adalah :
1.
Untuk mengetahui bagaimana cara menilai
status gizi secara antropometri sehingga dijadikan acuan dalam mendukung
pekerjaan kita nantinya.
2.
Untuk mengetahui status
gizi sehingga dapat melakukan langkah-langkah pencegahan atau pengobatan bila terdapat status gizi yang rendah atau berlebihan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penilaian status gizi pada
dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara
mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk
kemudian dibandingkan dengan baku yang tersedia. Data objektif dapat diperoleh
dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat
diukur oleh anggota tim, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim[6].
Penilaian status gizi saat ini merupakan komponen penting
dari asuhan gizi pasien-rawat jalan maupun-rawat inap di rumah sakit. Disamping
hubungan penting antara status gizi dan kesehatan secara umum, gizi ternyata
sangat berpengaruh terhadap kesembuhan pasien yang mengalami penyakit atau luka
akut. Penilaian status gizi yang benar sering menjadi indikator terhadap
keberhasilan upaya pemulihan kesehatan pasien2.
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi
empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara
umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusis. Ditinjau dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan
protein dan energi1.
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos
artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antopometri adalah ukuran tubuh.
Pengertian ini bersifat sangat umum sekali. Antropometri sangat umum digunakan
untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan
protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik
dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh1.
Penilaian antropometri dilakukan melalui pengukuran
dimensi fisik dan komposisi kasar tubuh. Penilaian dilakukan terhadap berat
badab (BB), tinggi badan (TB), lingkar kepala, lingkar lengan atas (LILA), dan
tebal lemak kulit. Pada usia kurang dari dua tahun, pengukuran tinggi badan
dilakukan dengan mengukur panjang badan dalam keadaan tidur, sedangkan pada
usia dua tahun atau lebih, pengukuran dilakukan dalam keadaan berdiri. Tinggi
badan juga dapat ditentukan melalui pengukuran tinggi lutut (dengan menggunakan
kaki kiri dengan sudut 90 derajat) pada orang yang memiliki kelainan tulang
belakang atau tidak mampu berdiri tegak2.
II.1 Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat
atau cara yang sederhana untuk menentukan status gizi orang dewasa. Berat badan
kurang dapat meningkatkan resiko
terhadap penyakit infeksi sedangkan
berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif.
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT
tidak dapat diterapkan pada bayi, anak-anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan.
Disamping itu pula IMT tidak bia diterapkan pada keadaan khusus (penyakit)
lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegali[7].
Indeks
Massa Tubuh (IMT) mengukur berat badan menurut tinggi badan, menggunakan system
pound dan inci atau system metric konvensional (kilogram dan sentimeter).
Menggunakan IMT untuk mengevaluasi berat badan sangatlah mudah. Kelemahan utama
penggunaan IMT adalah dalam penghitungan, kelebihan berat badan diasumsikan
terjadi akibat adanya kelebihan lemak. Metode ini tidak mempertimbangkan
penyebab lain, seperti edema dan massa otot yang besar. IMT mengukur lemak
tubuh total berdasarkan tinggi dan berat badan. Berat badan ideal (BBI) yang
juga membantu dalam menilai status gizi, merupakan standar referensi untuk
kepentingan klinis[8].
Menurut Hermaduanti (2008) dalam Sistem Pendukung Keputusan
Berbasis Sms Untuk Menentukan Status Gizi Dengan Metode K-Nearest Neighbor
menyatakan bahwa “BMI (Body Mass Index)
merupakan suatu pengukuran yang menunjukkan hubungan antara berat badan dan tinggi badan. BMI merupakan suatu rumus matematika dimana berat badan seseorang (dalam
kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter). BMI lebih berhubungan dengan lemak tubuh dibandingkan dengan indikator lainnya
untuk tinggi badan dan berat badan. Oleh karena rumus BMI hanya menggunakan
variabel tinggi badan dan berat badan dan belum memenuhi variabel-variabel
seperti lingkar perut, lingkar panggul, dan persentase lemak, maka diperlukan perhitungan yang dapat memenuhi semua variabel
tersebut”[9].
Hermaduanti
(2008) dalam Sistem Pendukung Keputusan Berbasis Sms Untuk Menentukan Status Gizi
Dengan Metode K-Nearest Neighbor
kembali menyatakan bahwa “BMI bisa memperkirakan lemak tubuh, tetapi tidak
dapat diartikan sebagai persentase yang pasti dari lemak tubuh. Hubungan antara
lemak dan BMI dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Wanita lebih mungkin
memiliki persentase lemak tubuh yang lebih tinggi dibandingkan pria dengan
nilai BMI yang sama. Pada BMI yang sama, orang yang lebih tua memiliki lebih
banyak lemak tubuh dibandingkan orang yang lebih muda”9.
Menurut
Jonathan (2007) dalam BMI compared with
3-dimensional body shape: the UK National Sizing Survey bahwa “Pengukuran tubuh manusia telah digunakan dalam praktek medis dan penelitian selama
berabad-abad. Pengukuran
yang paling banyak digunakan adalah berat dan tinggi
badan, yang sering digabungkan
sebagai indeks massa tubuh (BMI,
dalam kg/m2) . BMI digunakan untuk mengkategorikan underweight, berat badan normal, kelebihan berat badan
dan obesitas, dan banyak penelitian telah menggambarkan hubungan antara BMI dan
risiko penyakit kardiovaskular (CVD)
dan penyakit lainnya”3.
II.2 Memprediksi Tinggi Badan
Perkiraan
parameter farmakokinetik dan evaluasi status gizi bergantung pada pengukuran
yang akurat tidak hanya berat tetapi juga tinggi badan. Namun sejumlah penyakit
dapat menyebabkan kesulitan dalam pengukuran tinggi badan secara akurat. Oleh
karena itu, berbagai rumus berdasarkan tulang yang tidak berubah panjang telah
dikembangkan. Metode-metode termasuk tinggi lutut, panjang lengan dan setengah
rentang tangan. Tinggi lutut diukur dari bawah maleolus lateral fibula ke
tumit. Langkah ini digunakan untuk individu yang lebih dari 60 tahun atau tidak
dapat berdiri atau memiliki kelainan bentuk tulang belakang7.
Tinggi
badan berhubungan erat dengan tinggi lutut. Pengukuran tinggi lutut perlu
dilakukan pada penderita dengan kelainan tulang belakang, atau mereka yang
tidak dapat berdiri tegak seperti pada usia lanjut. Pada usia lanjut seseorang
umumnya mengalami pembungkukan dan sulit berdiri, tinggi badannya dapat diukur
dengan pendekatan tinggi lutut. Mengukur tinggi lutut dilakukan saat yang
bersangkutan berbaring atau tiduran. Posisi berbaring dilakukan dengan muka
menghadap ke atas, lutut yang akan diukur tingginya adalah lutut kirir.
Posisikan lutut tegak lurus dengan tulang kering membentuk 90 derajat2.
Tinggi
atau panjang badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan panjang tulang,
namun tinggi saja belum dapat dijadikan indikator untuk menilai status gizi,
kecuali jika digabungkan dengan indikator lain, seperti usia dan berat badan.
Penggunaan tinggi atau npanjang, bukan tanpa kelemahan. Pertama, buku acuan
yang tersedia umumnya diambil dari penilaian tinggi badan subjek yang berasal
dari masyarakat yang berstatus gizi baik di negara maju. Kedua, defisit
pertumbuhan linear baru akan terjelma manakala defisiensi telah berlangsung
lama, yang berarti tidak akan termanifestasi semasa bayi. Ketiga, secara
genetik setiap orang terlahir menurut ukuran yang tidak serupa6.
Selain
penggunaan tulang tibia sebagai patokan, fibula pun bisa juga dijadikan acuan.
Tinggi tulang fibula diukur dari kaput fibula hingga maleolus lateralis (dalam
cm). Hasil pengukuran tinggi badan lansia sebagian besar tidak akurat karena
komponen penentu tinggi badan lansia sebenarnya telah berubah : diskus antar
tulang vertebrata (termasuk ruas tulang belakang itu sendiri) telah menipis,
disamping itu mungkin pula terjadi skiliosis. Dengan demikian hasil pengukuran
tinggi pada lansia tidak akan sama dengan pengukuran ketika yang bersangkutan
masih belia6.
Menurut Andrew J Teichtahl (2011) dalam The associations between body and knee height measurements and knee joint structure in an asymptomatic
cohort mengemukakan bahwa “Tinggi lutut adalah penentu beban
sendi lutut. Meskipun demikian, tidak ada penelitian secara langsung yang
meneliti hubungan antara ukuran antropometri tinggi dan struktur sendi lutut, seperti
tulang rawan. Sebuah pengukuran baru dan menarik yang
mungkin terkait dengan struktur
sendi lutut adalah tinggi lutut. Meskipun belum
secara resmi diperiksa, alasan untuk lutut tinggi
menjadi penentu penting dari struktur sendi didasarkan pada hipotesis bahwa panjang tungkai menanamkan momen
besar di sekitar lutut, memproduksi torsi lebih
dan beban sendi berikutnya”[10].
II.3 Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul
(WHR)
Banyaknya
lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan metabolisme, termasuk
terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas, dibanding dengan banyaknya
lemak bawah kulit pada kaki dan tangan. Perubahan metabolisme memberikan
gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan
distribusi lemak tubuh. Ukuran yang umum digunakan adalah rasio lingkar
pinggang-pinggul. Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh
tenaga terlatih dan posisi pengukuran harus tepat, karena perbedaan posisi
pengukuran memberikan hasil yang berbeda7.
Untuk
memperoleh ukuran lingkar pinggang, tentukan terlebih dahulu bagian terbawah
lengkung aorta dan krista iliaka. Lingkar pinggang diukur melalui titik
pertengahan antara kedua lengkung ini mengelilingi perut yang sejajar dengan
tanah, sementara subjek berdiri tegak dengan kaki direnggangkan selebar
kira-kira 25-30 cm. sebelum pengukuran dilaksanakan, subjek hendaknya berpuasa
sepanjang malam6.
Rasio
lingkar pinggang terhadap panggul (Wrist-Hip
ratio/WHR), pembagian ukuran lingkar pinggang dan panggul, ialah cara
sederhana dalam penentuan distribusi
lemak baik di bawah kulit maupun pada jaringan intra-abdominal. Penggelembungan
rasio pinggang0panggul (pria >1,0 dan wanita >0,85) menandakan penumpukan
lemak di dalam perut. Resiko yang diakibatkan oleh gumpalan lemak di dalam
perut memang lebih tinggi dibandingkan timbunan di bawah kulit karena aliran
darah di daerah itu lebih tinggi. Pembesaran ukuran mencerminkan perubahan
resiko penyakit degeneratif, terutama kardiovaskuler, meskipun resiko yang
kemudian mungkin berlanjut tidak sama
pada setiap populasi. Contohnya wanita kulit putih lebih kuat terkait dengan
resiko PJK dan DM tipe 2 ketimbang wanita kulit hitam. Oleh karena itu perlu
dikembangkan “ambang batas” ukuran tersebut berdasarkan etnis dan jenis kelamin6.
Pada
studi prospektif menunjukkan bahwa rasio pinggang dan pinggul berhubungan erat
dengan penyakit kardiovaskuler. Rata-rata rasio lingkar pinggang dan pinggul
penderita penyakit kardiovaskuler dengan orang yang sehat adalah 0,938 dan 0,9251.
Menurut A. Miranda Fredriks (2004) dalam Are age
references for waist circumference, hip circumference and waist-hip ratio in Dutch
children useful in clinical practice? Menyatakan bahwa “WHR adalah ukuran tubuh
secara keseluruhan relatif distribusi
lemak dan telah banyak digunakan
pada orang dewasa. Mirip dengan situasi berkaitan dengan lingkar pinggang , tidak ada konsensus tentang cut-off batas terbaik untuk
WHR. dalam satu Penelitian,
disarankan untuk menggunakan rasio tinggi : 0.94 ke >
1.0 untuk pria dan > 0,80 sampai > 0,90 untuk
wanita, karena ini dikaitkan
dengan peningkatan risiko kardiovaskular
penyakit dan kematian. Pada anak-anak, bagaimanapun, nilai prognostik
WHR tampaknya rendah
dibandingkan ke lingkar pinggang
dan tidak secara akurat mencerminkan
intra abdominal massa lemak”[11].
II.4 Lingkar Perut
Cara
lain yang biasa dilakukan untuk memantau resiko kegemukan adalah dengan
mengukur lingkar perut. Ukuran lingkar perut yang baik yaitutidak lebih dari 90
cm untuk laki-laki dan tidak lebih dari 80 cm untuk perempuan. Pengukuran
lingkar perut lebih memberi arti dibandingkan IMT dalam menentukan timbunan
lemak di dalam rongga perut (obesitas sentral) karena peningkatan timbunan
lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkar perut7.
Menurut
Azrul Azwar (2004) dalam Tubuh Sehat Ideal Dari Segi Kesehatan
menyatakan bahwa “Pengukuran antropometri lain yang sering digunakan
adalah mengukur rasio Lingkar perut
dan Lingkar Pinggang (RLPP). Pada wanita RLPP yang disarankan < 0,8 sedangkan pada laki-laki < 1 Penilaian RLPP ini cukup penting karena
untuk mengetahui risiko menderita penyakit jantung. Seseorang
dengan RLPP > 0,8 pada wanita
dan > 1 pada laki-laki mempunyai risiko menderita penyakit jantung lebih besar dari yang RLPP nya dibawah ambang batas”[12].
Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Jose Morales (2004) dalam Study of
abdominal circumference proportions in fetuses with growth disorders menyatakan
bahwa “Lingkar
perut adalah parameter yang paling berkorelasi dengan janin pertumbuhan.
Pengukuran lingkar perut terbukti memiliki kemanjurannya dalam diagnosis gangguan
pertumbuhan. Ini adalah parameter ultra sonographical
(USG) janin yang terbaik berkorelasi
dengan pertumbuhan janin”[13].
Adapun
penelitian lain yang menggunakan pengukuran lingkar perut sebagai indikator
pendukung pengukuran massa ventrikel kiri yaitu menurut W.C. Chumlea (2009) dalam Left Ventricular Mass,
Abdominal Circumference And Age: The
Fels Longitudinal Study menyatakan bahwa “Hubungan massa ventrikel kiri dan lingkar perut telah
diperiksa. Hanya beberapa studi telah menggunakan lingkar perut telah sebagai variabel
kontinyu dan hal itu positif terkait dengan massa ventrikel kiri bahkan dengan
adanya obesitas. BMI dan lingkar perut bukan tindakan diagnostik, namun lingkar
perut berpotensi dari utilitas klinis yang lebih besar dibandingkan BMI dalam
menggambarkan distribusi lemak dan obesitas terkait risiko kesehatan dan
beberapa menganggapnya sebagai risiko kesehatan yang penting. Indikator
independen dari BMI Mengukur massa ventrikel kiri adalah memakan waktu dan
mahal, tapi lingkar perut sebagai pengganti untuk pusat adipositas adalah cepat
dan mudah. Jika lingkar perut secara positif berhubungan dengan massa ventrikel
kiri meningkat, maka bisa memiliki skrining penyakit jantung dan nilai
prognostik melampaui penggunaannya sebagai ukuran adipositas pusat dan
berfungsi sebagai kemungkinan hubungan antara penanda untuk sindrom metabolik
dan penyakit jantung sebagai bagian dari proses penuaan[14]”.
II.5 Lingkar Lengan Atas (LILA)
Lingkar
lengan atas (LILA) merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi,
karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah
diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak
bawah kulit. LILA mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan
status KEP pada balita dan KEK pada WUS (wanita usia subur) dan ibu hamil
(resiko bayi BBLR)7.
Lingkar
lengan atas menentukan massa otot dan lemak subkutan. Pada pemeriksaan ini,
pasien diminta memfleksikan lengan bawah dengan lengan yang tidak dominan
sebesar 90 derajat. Kemudian posisikan lengan pada posisi menggantung,
lingkarkan pita pengukur pada pertengahan lengan atas antara puncak proseus
akromion skapula dan proseus olekranon ulna, dan ukur dari titik tengahnya.
Tahan pita pengukur dengan kuat, tapi jangan terlalu ketat dan catat pada
milimeter yang paling mendekati8.
LILA
adalah lingkar lengan bagian atas pada bagian trisep. LILA digunakan untuk
mendapatkan perkiraan tebal lemak bawah kulit, dengan cara ini dapat
diperkirakan jumlah lemak tubuh total. Hubungan antara lemak bawah kulit dengan
seluruh jaringan lemak tubuh tidak lurus (linier), hal ini sangat bergantung
pada umur dan berat badan. Seseorang yang kurus mempunyai proporsi lemak tubuh
total yang tipis dengan deposit lemak bawah kulit dibandingkan dengan seseorang
yang gemuk. Distribusi lemak bawah kulit juga bergantung pada ras, gender, dan
umur2.
Lingkar
lengan atas (LILA) dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk
penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alatyang
sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan , terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk
indeks status gizi. Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau
perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA digunakan karena
pengukurannya sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja1.
Pertambahan
otot dan lemak di lengan berlangsung cepat selama tahun pertama kehidupan.
Setelah itu, pertumbuhannya nyaris tidak terjadi sehingga anak berusia 5 tahun,
dan ukuran lengan tetap konstan di 16 cm. seandainya anak itu mengalami
malnutrisi, otot akan mengecil, lemak menipis, dan ukuran lingkar lengan pun
menyusut. Oleh karena itu pengukuran lingkar lengan amat berguna dan cepat
untuk menapis malnutrisi anak balita, terutama bila usia yang tepat tidak
diketahui, dan alat penimbang tidak tersedia6.
II.6 %
Body Fat
Ketebalan
lipatan kulit adalah suatu pengukuran kandungan lemak tubuh karena sekitar
separuh dari cadangan lemak tubuh total terdapat langsung dibawah kulit.
Pengukuran tebal lipatan kulit merupakan salah satu metode penting untuk
menentukan komposisi tubuh serta presentase lemak tubuh dan untuk menentukan
status gizi secara antropometrik7.
Pengukuran
lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian
tubuh, misalnya lengan atas (tricep dan
bicep), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), suprailiaca,
paha, tempurung lutut (suprapatellar),
dan pertengahan tungkai bawah (medial
calv). Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%)
terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh
jenis kelamin dan umur7.
Tebal
lemak kulit adalah ukuran yang memberikan perkiraan tentang jumlah simpanan
lemak di bawah kulit, yang menggambarkan jumlah total simpanan lemak tubuh.
Lemak tubuh disimpan di dua tempat, satu untuk menyimpan lemak esensial, dan
satu lagi untuk menyimpan lemak tubuh pada umumnya. Lemak esensial terdapat
dalam sumsum tulang belakang, sistem syaraf sentral, kelenjar payudara, dan
organ lain, lemak ini diperlukan untuk fungsi faali tubuh. Lemak esensial
merupakan kurang lebih 9% (4,9 kg) dari berat badan total perempuan dan kurang
lebih 3% (2,1 kg) dari berat badan total laki-laki2.
Dalam
survei yang berskala besar disarankan bahwa total lemak dalam tubuh dapat
diukur dari pengukuran beberapa tempat seperti pada trisep, bisep, dan subscapular serta suprailliaca. Masalah yang dihadapi adalah peningkatan atau
penurunan penyimpanan lemak di jaringan sub-kutan tidak sama pada
seluruhpermukaan tubuh. Oleh karena itu, kita harus memilih daerah yang praktis
dan dapat memberikan petunjuk tentang persediaan energi. Untuk tujuan tersebut,
baik orang kurus maupun orang gemuk, pengukuran pada trisep adalah yang paling
praktis untuk semua umur. Pengukuran trisep tidak hanya berguna untuk
menghitung indeks persediaan energi, tetapi memungkinkan sebagai dasar untuk
menghitung ketebalan otot pada lingkar lengan atas1.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Tempat dan Waktu Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin pada tanggal 04 November 2012.
III.2
Alat dan Bahan Praktikum
Adapun alat
yang digunakan pada praktiukum ini adalah timbangan, microtoice, pita LILA, caliper,
dan alat ukur lingkar perut.
III.3 Prosedur
Kerja
III.3.1 IMT (Indeks Massa Tubuh)
1.
Pengukuran Berat Badan
Adapun cara pengukuran berat badan
adalah :
1)
Subjek mengenakan pakaian biasa (diusahakan dengan pakaian
yang minimal). Subjek tidak menggunakan alas kaki.
2)
Dipastikan timbangan berada pada penunjukkan skala dengan
angka 0,0.
3)
Subjek berdiri di atas timbangan dengan berat yang tersebar
merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus ke depan.
Diusahakan tetap tenang.
4)
Dibaca berat badan pada tampilan dengan skala 0.1 kg
terdekat.
2.
Pengukuran Tinggi Badan
Adapun cara pengukuran tinggi badan
adalah :
1)
Subjek tidak mengenakan alas kaki. Diposisikan subjek tepat
di bawah microtoice.
2)
Kaki dirapatkan, lutut diluruskan. Tumit, pantat dan bahu
menyentuh dinding ventrikal.
3)
Subjek dengan pandang lurus ke depan, kepala tidak perlu
menyentuh dinding vertikal. Tangan dilepas ke samping badan dengan tangan
menghadap paha.
4)
Subjek diminta untuk menarik nafas panjang dan berdiri tegak
tanpa mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang. Diusahakan
bahu tetap santai.
5)
Microtoice ditarik hingga menyentuh ujung kepala,
dipegang secara horizontal. Pengukuran tinggi badan diambil saat menarik nafas
maksimum. Dengan mata pengukur sejajar dengan alat penunjuk angka untuk
menghindari kesalahan penglihatan. Dicatat tinggi badan pada skala 0.1 cm
terdekat.
III.3.2 Memprediksi Tinggi Badan
Adapun cara memprediksi
tinggi badan adalah :
1)
Objek duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk
sudut 900 proximal hingga patella.
2)
Diletakkan alat ukur dengan dasar (titik 0) pada telapak kaki
tarik hingga titik tengah lutut.
3)
Dibaca alat ukur hingga 0.1 cm terdekat.
4)
Ditentukan tinggi badan dengan rumus :
5
III.3.3 WHR
(Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul)
1.
Lingkar Pinggang
Adapun prosedur pengukuran lingkar
pinggang adalah :
1)
Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan)
sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita pengukur
tidak berada di atas pakaian yang digunakan.
2)
Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang relaks.
3)
Pengukur menghadap ke subjek dan meletakkan alat ukur
melingkar pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian yang paling kecil
dari tubuh. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan
tepat. Bagi mereka yang gemuk, dimana sukar menentukan bagian kecil,daerah yang
harus diukur adalah antara tulang rusuk dengan tonjolan iliaca.
4)
Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal, dan
alat ukur tidak menekan kulit.
5)
Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0.1 cm
terdekat.
2.
Lingkar Panggul
Adapun prosedur pengukuran lingkar panggul
adalah :
1)
Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan.
2)
Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua
sisi tubuh dan kaki rapat.
3)
Pengukur jongkok di samping subjek sehingga tingkat maksimal
dari panggul dilihat.
4)
Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan
kulit. Seorang pembantu diperlukan untuk mengatur posisi alat ukur pada sisi
lainnya.
5)
Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0.1 cm
terdekat.
III.3.4 Lingkar Perut
Adapun prosedur kerja dari
pengukuran lingkar perut adalah :
1.
Dijelaskan pada respon tujuan pengukuran lingkar perut dan
tindakan apa saja yang akan dilakukan dalam pengukuran.
2.
Untuk pengukuran ini responden diminta dengan cara yang
santun untuk membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas
dan raba tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik pengukuran.
3.
Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
4.
Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/ panggul.
5.
Tetapkan titik tengah di antara titik tulang rusuk terakhir
titik ujung lengkung tulang pangkal paha/ panggul dan tandai titik tengah
tersebut dengan alat tulis.
6.
Responden diminta untuk berdiri tegak dan bernafas dengan
normal (ekspirasi normal).
7.
Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/ diambil dari titik
tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali
menuju titik tengah di awal pengukuran.
8.
Apabila responden mempunyai perut yang gendut ke bawah,
pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah
tersebut lagi.
III.3.5 Lingkar Lengan Atas (LILA)
1.
Menentukan Titik Mid Point Pada Lengan
Adapun prosedur menentukan titik mid point adalah :
1)
Subjek diminta untuk berdiri tegak
2)
Diminta subjek untuk membuka lengan pakaian yang menutup
lengan kiri atas (bagi yang kidal digunakan lengan kanan).
3)
Ditekukkan subjek membentuk 900, dengan telapak
tangan menghadap ke atas. Pengukur berdiri di belakang subjek dan ditentukan
titik tengah antara tulang atas pada bahu kiri dan siku.
4)
Ditandai titik tengah tersebut dengan pena.
2.
Mengukur Lingkar Lengan Atas
Adapun prosedur pengukuran lingkar
lengan atas adalah :
1)
Dengan tangan tergantung lepas dan lurus disamping badan,
telapak tangan menghadap ke bawah.
2)
Diukur lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita
LILA menempel pada kulit. Diperhatikan jangan sampai pita menenkan kulit atau
ada rongga antara kulit dan pita.
3)
Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.
III.3.6 Tebal Lipatan Kulit (TLK)
Adapun prosedur pengukuran
untuk menentukan tebal lipatan kulit adalah :
1)
Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk
mengangkat kedua sisi dari kulit dan lemak subkutan kurang lebih 1 cm proximal
dari daerah yang diukur.
2)
Lipatan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm yang
tegak lurus arah garis kulit.
3)
Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai.
4)
Caliper dipegang oleh tangan kanan.
5)
Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan kulit
oleh caliper dilepas.
1.
Mengukur TLK pada Trisep
Adapun
cara mengukur TLK pada Trisep adalah :
1)
Subjek berdiri dengan kedua lengan tergantung bebas pada
kedua sisi tubuh.
2)
Pengukuran dilakukan pada mid point (sama seperti LILA).
3)
Pengukur berdiri di belakang subjek dan meletakkan tangan
kirinya pada bagian lengan yang paling atas kearah tanda yang telah dibuat
dimana ibu jari dan jari telunjuk menghadap ke bawah. Tricept skinfold diambil
dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah tadi.
4)
Tricep skinfold diukur dengan mendekati 0.1 mm.
2.
Mengukur TLK Pada Subscapular
Adapun cara mengukur TLK pada
subscapular adalah :
1)
Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas
pada kedua sisi tubuh.
2)
Diletakkan tangan kiri ke belakang.
3)
Untuk mendapatkan tempat pengukuran, pemeriksa meraba scapula
dan mencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas vertebrata sampai
menentukan sudut bawah sudut scapula.
4)
Subscapular skinfold ditarik dalam arah diagonal
(infero-lateral) kurang lebih 450C ke arah horizontal garis kulit.
Titik scapula terletak bagian bawah sudut scapula.
5)
Caliper diletakkan 1 cm infero-lateral dari ibu
jari dan jari telunjuk yang mengangkat kulit dan subkutan dan ketebalan kulit
diukur mendekati 0.1 mm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
1.
Tabel Hasil Pengukuran Antropometri
No
|
Nama
|
Jenis Kelamin
|
Umur
(tahun)
|
Berat Badan
(kg)
|
Tinggi Badan
(cm)
|
Tinggi Lutut
(cm)
|
Lingkar Pinggang
(cm)
|
Lingkar Panggul
(cm)
|
Lingkar Perut
(cm)
|
Trisep
(cm)
|
Subscapular
(cm)
|
LiLA
(cm)
|
1
|
Hermin
Khurul Aini
|
P
|
21
|
49,9
|
155,5
|
46,9
|
66,9
|
90,2
|
68
|
16
|
12,5
|
25,3
|
2
|
Nur
Awaliah As’ad
|
P
|
20
|
68,55
|
158,2
|
49,8
|
81,2
|
103,2
|
88
|
29
|
21
|
29,75
|
3
|
Mardhiati
|
P
|
20
|
53,9
|
151
|
47,5
|
67,2
|
94,2
|
68
|
16,5
|
15,5
|
25,7
|
4
|
St.
Hartini Djalil
|
P
|
20
|
53
|
152,35
|
47,6
|
70
|
95,5
|
71,4
|
15,5
|
12,5
|
25
|
5
|
Tenri
Puli
|
P
|
20
|
70
|
162
|
50,5
|
74,7
|
109,5
|
74,2
|
25,6
|
18
|
31,5
|
6
|
Nurdianah
Achmad
|
P
|
20
|
47,7
|
142,75
|
43,3
|
64,5
|
94,5
|
69
|
16,5
|
20
|
26,8
|
7
|
Masfufah
|
P
|
20
|
57,3
|
155,5
|
48,9
|
72,8
|
92
|
73,2
|
16
|
15
|
27,3
|
8
|
Zhylvia
Ramdha
|
P
|
20
|
41,65
|
153,05
|
47,3
|
60
|
83,8
|
61,2
|
13,5
|
15,5
|
22,8
|
9
|
Fitrah
Ahlakul Karimah
|
P
|
20
|
41,1
|
154
|
47,3
|
62
|
62,5
|
62,5
|
10,5
|
12
|
21,45
|
10
|
Munawwarah
|
P
|
24
|
46,5
|
151
|
46,7
|
74,3
|
91
|
68,9
|
10,5
|
11
|
26
|
2.
Tabel Hasil Perhitungan Antropometri
NO
|
Nama
|
IMT
|
WHR
|
Lingkar
Perut
|
%Body Fat
|
LILA
|
TB/TL
|
||||||
Nilai
|
Ket
|
Nilai
|
Ket
|
Nilai
|
Ket
|
Nilai
|
Ket
|
Nilai
|
Ket
|
Nilai
|
Selisih
|
||
1
|
Hermin
Khurul A
|
20,70
|
Normal
|
0,74
|
Moderate
|
68
|
Normal
|
25%
|
Healthy range
|
25,3
|
Normal
|
152,76
|
2,74
|
2
|
Nur
Awaliah As’ad
|
27,53
|
Pre-obes
|
0,78
|
High
|
88
|
Obes sentral
|
37,2%
|
Over-weight
|
29,75
|
Normal
|
158,01
|
0,19
|
3
|
Mardhiati
|
23,64
|
Normal
|
0,71
|
Moderate
|
68
|
Normal
|
26%
|
Healthy
Range
|
25,7
|
Normal
|
153,84
|
2,84
|
4
|
St.
Hartini Djalil
|
22,82
|
Normal
|
0,73
|
Moderate
|
71,4
|
Normal
|
24%
|
Healthy
Range
|
25
|
Normal
|
153,99
|
1,638
|
5
|
Tenri
Puli
|
26,6
|
Pre-Obes
|
0,68
|
Low
|
74,2
|
Normal
|
33,5%
|
Over-Weight
|
31,5
|
Normal
|
162
|
2,7
|
6
|
Nurdianah
Achmad
|
23,38
|
Normal
|
0,68
|
Low
|
69
|
Normal
|
29%
|
Healthy
Range
|
26,8
|
Normal
|
146,12
|
3,37
|
7
|
Masfufah
|
24,17
|
Normal
|
0,79
|
High
|
73,2
|
Normal
|
26%
|
Healthy
Range
|
27,3
|
Normal
|
156,37
|
0,87
|
8
|
Zhylvia
Ramdha
|
17,78
|
Underweight
|
0,71
|
Moderate
|
61,2
|
Normal
|
24%
|
Healthy
Range
|
22,8
|
KEK
|
153,44
|
0,38
|
9
|
Fitrah
Ahlakul K
|
17,33
|
Underweight
|
0,99
|
Very
High
|
62,5
|
Normal
|
21,14%
|
Healthy
Range
|
21,45
|
KEK
|
153,45
|
1,57
|
10
|
Munawwarah
|
20,39
|
Normal
|
0,81
|
High
|
68,9
|
Normal
|
20,58%
|
Under-fat
|
26
|
Normal
|
152,34
|
1,34
|
IV.2.
Pembahasan
1.
IMT
Pada pengukuran Indeks Massa
Tubuh (IMT), praktikan melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan,
kemudian setelah diperoleh hasil dari pengukuran tersebut maka nilai hasil
dimasukkan dalam rumus IMT. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali dengan
maksud untuk mengurangi resiko kesalahan yang mungkin saja terjadi dalam
pengukuran.
Pada pengukuran tinggi badan
diperoleh hasil 153,05 cm. sementara pada pengukuran berat badan diperoleh
hasil 41,65 kg. Nilai-nilai tersebut diperoleh setelah dua kali pengukuran
kemudian dihitung rata-ratanya.
Setelah dilakukan pengukuran
dan dihitung hasilnya, maka diperoleh nilai IMT dari praktikan adalah 17,78.
Nilai tersebut menyatakan bahwa praktikan berada pada kategori underweight. Dikatakan demikian karena standar baku yang
ada (kategori IMT), baik itu berdasarkan data WHO 2000, WHO 2000 penduduk Asia
dewasa, dan data Riskesdas 2007 menyatakan bahwa “hasil perhitungan IMT dibawah
18,5 termasuk kategori underweight
atau kurus”7.
Pernyataan diatas didukung oleh
pernyataan Jonathan (2007) dalam BMI
compared with 3-dimensional body shape: the UK National Sizing Survey yang
mengatakan bahwa “IMT digunakan
untuk mengkategorikan underweight,
berat badan normal, kelebihan berat badan
dan obesitas”3.
Adapun penelitian lain yang
dilakukan Kwok KM (2012) dalam Underweight problems in Asian children
and adolescents menyatakan bahwa “Underweight pada anak-anak dan remaja relatif lebih
umum di negara-negara Asia Selatan dan Barat dibandingkan di negara-negara Asia
Timur. Berat badan sebagian besar lebih umum pada anak perempuan daripada anak
laki-laki di Asia Timur. Hal ini mungkin karena kontrol berat badan di kalangan
anak perempuan di tempat-tempat berkembang dilakukan dengan baik di Asia”[15].
Seperti hasil dari percobaan ini,
kategori underweight dapat menyebabkan timbulnya beberapa penyakit seperti
kekurangan energi dan protein. Untuk mengatasi masalah underweight dapat
dilakukan dengan mengatur dan menerapkan pola konsumsi makanan seimbang serta
pola hidup sehat. Sehingga IMT yang menjadi faktor resiko beberapa penyakit
dapat dihindari.
Sementara itu Kwok KM (2012)
dalam Underweight problems in Asian children
and adolescents menyatakan bahwa “Strategi untuk memerangi berat badan kalangan anak-anak
sekolah di negara-negara Asia menurut mereka tahap gizi harus diturunkan.
Misalnya,
konseling dengan dorongan dari makanan reguler dan
citra tubuh yang sehat harus disediakan untuk remaja kurus. Meskipun korelasi status gizi pasangan orangtua dan anak belum dikonfirmasi, yang melibatkan orang tua dalam konseling juga harus didorong. Kolaborasi peneliatian di Asia untuk menghadapi masalah underweight dalam generasi muda mungkin menjadi tantangan kesehatan umum berikutnya”15.
konseling dengan dorongan dari makanan reguler dan
citra tubuh yang sehat harus disediakan untuk remaja kurus. Meskipun korelasi status gizi pasangan orangtua dan anak belum dikonfirmasi, yang melibatkan orang tua dalam konseling juga harus didorong. Kolaborasi peneliatian di Asia untuk menghadapi masalah underweight dalam generasi muda mungkin menjadi tantangan kesehatan umum berikutnya”15.
2.
Memprediksi Tinggi Badan
Pada percobaan
ini, praktikan memprediksi tinggi badan dengan cara mengukur tinggi lutut.
Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran tinggi lutut kemudian dimasukkan
dalam rumus yang berbeda sesuai dengan jenis kelamin. Hasil dari perhitungan
tersebut akan diperoleh prediksi tinggi badan seseorang. Apabila selisih dari
hasil perhitungan tinggi lutut dan tinggi badan semakin mendekati angka nol,
maka semakin akurat pengukuran tinggi lutut tersebut terhadap tinggi badan.
Pada percobaan
ini, diperoleh hasil dari pengukuran tinggi lutut adalah 47,3 cm. Setelah angka
tersebut dimasukkan dalam rumus, diperoleh nilai 153,44 cm. Sementara itu,
hasil dari pengukuran tinggi badan secara normal diperoleh angka 153,05.
Setelah dihitung, diperoleh selisih keduanya adalah sebesar 0,38. Dari nilai
tersebut dapat dikatakan bahwa pengukuran tinggi lutut cukup akurat untuk
digunakan dalam memprediksi tinggi badan.
Hal tersebut didukung oleh pernyataan Andrew J Teichtahl (2011) dalam The associations between body and knee
height measurements and
knee joint structure in an asymptomatic cohort mengemukakan bahwa “Tinggi lutut adalah penentu beban
sendi lutut. Sebuah pengukuran baru dan menarik yang
mungkin terkait dengan struktur
sendi lutut adalah tinggi lutut. Meskipun belum
secara resmi diperiksa, alasan untuk lutut tinggi
menjadi penentu penting dari struktur sendi didasarkan pada hipotesis bahwa panjang tungkai menanamkan momen
besar di sekitar lutut, memproduksi torsi lebih
dan beban sendi berikutnya”10.
Tinggi
badan berhubungan erat dengan tinggi lutut. Pengukuran tinggi lutut perlu
dilakukan pada penderita dengan kelainan tulang belakang, atau mereka yang
tidak dapat berdiri tegak seperti pada usia lanjut. Pada usia lanjut seseorang
umumnya mengalami pembungkukan dan sulit berdiri, tinggi badannya dapat diukur
dengan pendekatan tinggi lutut2.
Pada percobaan ini, terdapat 7 praktikan yang memiliki hasil pengukuran
dengan deviasi yang cukup jauh yaitu berturut-turut 2,74; 2,84; 1,638; 2,7;
3,37; 1,57; dan 1,34. Sehingga salah satu dari pengukuran hasil prediksi tinggi
badan maupun pengukuran tinggi badan dengan berdiri tegak dapat dikatakan tidak
akurat.
Adanya ketidak akuratan pengukuran ini
dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya kesalahan pada saat pengukuran
tidak memperhitungkan posisi yang diukur , kesalahan dalam peralatan yang
belum terkalibrasi, serta faktor human error, dimana pengukur belum
memiliki keahlian yang memadai dan kurang hati–hati (teliti) dalam pengukuran.
3.
WHR (Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul)
Pada percobaan
ini, praktikan melakukan pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk
mengetahui rasionya yang kemudian hasilnya digunakan sebagai indikator risiko
terhadap penyakit degeneratif atau penyakit infeksi berdasarkan jenis kelamin
dan kelompok umur.
Adapun hasil
dari pengukuran lingkar pinggang dari praktikan adalah 60 cm dan lingkar
panggul sebesar 83,8 cm. Setelah nilai tersebut dimasukkan dalam rumus , maka
diperoleh angka 0,71. Berdasarkan interpretasi hasil pengukuran lingkar pinggal
dan panggul, angka 0,71 berada pada status moderate,
yang berarti distribusi lemak
dalam tubuh sudah cukup baik dan resiko terkena penyakit kardiovaskular itu
moderate (menengah).
Hal ini harus
tetap dipertahankan atau jika perlu dikurangi agar risiko terkena penyakit juga
menjadi kurang atau dalam kategori low dengan cara menjaga kesehatan dan
konsumsi makanan yang mengandung serat tinggi. Hasil nilai interpretasi
tersebut berbeda-beda sesuai dengan jenis kelamin dan umur.
Hasil nilai
(0,71) yang diperoleh saat percobaan ternyata lebih kecil jika dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan oleh A. Miranda Fredriks (2004) dalam Are age references for waist circumference, hip circumference and waist-hip ratio in Dutch
children useful in clinical practice? Menyatakan bahwa “Mirip dengan situasi berkaitan dengan lingkar pinggang tidak ada konsensus tentang cut-off batas terbaik untuk
WHR. Dalam satu Penelitian,
disarankan untuk menggunakan rasio tinggi : 0.94 ke >
1.0 untuk pria dan > 0,80 sampai > 0,90 untuk
wanita, karena ini dikaitkan
dengan peningkatan risiko kardiovaskular
penyakit dan kematian. Pada anak-anak, bagaimanapun, nilai prognostik
WHR tampaknya rendah
dibandingkan ke lingkar pinggang
dan tidak secara akurat mencerminkan
intra abdominal massa lemak”11.
Perbedaan
tersebut dapat saja terjadi dikarenakan karena perbedaan standar baku yang
digunakan, seperti yang kita ketahui bahwa bentuk/ukuran tubuh manusia
berbeda-beda ditentukan dengan ras, gen, dan lain sebagainya. Diketahui bahwa
penelitian yang dilakukan oleh Miranda Fredriks dilakukan di Jerman yang
tentunya bentuk dan ukuran tubuh penduduknya cukup jauh berbeda dengan penduduk
Indonesia. Sehingga dalam menentukan status gizi juga kadang menemukan kendala
pada standar baku yang digunakan.
4.
Lingkar Perut
Pada percobaan ini, dilakukan pengukuran lingkar perut yang bertujuan
untuk memantau resiko kegemukan. Selain itu dengan mengukur lingkar perut juga
dapat menentukan timbunan lemak di dalam rongga perut, karena peningkatan
timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkar perut.
Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah 61,2 cm. hasil
nilai tersebut tergolong normal. Karena untuk Indonesia sendiri mengggunakan
standar untuk lingkar perut yang baik yaitu tidak lebih dari 90 cm untuk
laki-laki dan tidak lebih dari 80 cm untuk perempuan.
Dari seluruh praktikan yang melakukan pengukuran, hanya terdapat satu
praktikan yang tergolong obes sentral, karena lingkar perutnya yaitu sebesar 88
cm. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit
kardiovaskular dan diabetes melitus.
Pernyataan
diatas didukung oleh sebuah penelitian yang dilakukan Houston DK (2005) dalam Abdominal fat distribution and functional limitations and disability in a
biracial cohort: the Atherosclerosis Risk in Communities Study mengungkapkan bahwa “Resiko obesitas selanjutnya akan meningkatkan
risiko fungsional keterbatasan dan kecacatan di usia setengah baya dan lebih
tua. Namun, beberapa studi telah meneliti asosiasi antara lemak perut, meskipun
ada kecenderungan peningkatan distribusi lemak perut dengan meningkatnya umur.
Kelebihan lemak tubuh didistribusikan di perut daerah telah terbukti
meningkatkan risiko kardiovaskular”16.
Kelebihan lemak juga dapat menyebabkan penyakit sindrom metabolik
seperti yang diungkapkan oleh Brouwer BG (2007) dalam Abdominal Fat And Risk Of Coronary Heart Disease In
Patients With Peripheral Arterial Disease menyatakan bahwa “Prevalensi sindrom metabolik
lebih tinggi antara pasien dengan penyakit jantung koroner (63%) dibandingkan pasien tanpa PJK (48%). Semua
parameter adipositas menunjukkan lemak berlebih pada pasien dengan
CHD (coronary Heart
Disease), kecuali lemak
subkutan. Rasio untuk lingkar pinggang tetap hampir sama setelah penyesuaian tambahan untuk
komponen dari sindrom metabolik dan merokok”17.
komponen dari sindrom metabolik dan merokok”17.
5.
Lingkar Lengan Atas (LILA)
Pada
percobaan ini, praktikan mengukur lingkar lengan atas. Adapun hasil yang
diperoleh dari pengukuran LILA adalah sebesar 22,8 cm. Dengan hasil pengukuran
seperti itu, dapat dikatakan bahwa praktikan tergolong KEK (Kekurangan Energi
Kronik). Karena pada wanita usia subur dapat dikatakan KEK apabila hasil
pengukuran LILA kurang dari 23,5 cm, sementara itu apabila berada diatas 23,5
cm maka dapat dikatakan normal.
Pengukuran LILA ini merupakan salah satu
pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan cepat. LILA
mencerminkan cadangan energi, seingga dapat mencerminkan status KEP pada
balita, KEK pada ibu WUS dan ibu hamil: resiko bayi BBLR.
Pengukuran LILA
juga digunakan untuk mengetahui massa otot seperti yang dinyatakan oleh
Nicholas E (2010) dalam Monitoring the
Adequacy of Catch-Up Growth Among Moderately Malnourished Children Receiving
Home-Based Therapy Using Mid-Upper Arm Circumference in Southern Malawi
menyatakan bahwa ”Lingkar lengan atas adalah
pengukuran linear dan kurang sensitif terhadap kenaikan sementara dalam
total air tubuh; hal itu sensitif
terutama terhadap peningkatan massa
otot (storage asam amino) dan peningkatan
lemak subkutan (penyimpanan energi). Hal ini penting dalam
praktek sebagai perubahan negatif dapat menunjukkan pola makan yang buruk praktek di rumah”18.
lemak subkutan (penyimpanan energi). Hal ini penting dalam
praktek sebagai perubahan negatif dapat menunjukkan pola makan yang buruk praktek di rumah”18.
Untuk mencegah
resiko negatif dari keadaan KEK ini harus diperhatikan asupan nutrisi, yaitu
harus sesuai dengan kebutuhan. Diet yang diberikan adalah diet TKTP (Tinggi
Kalori Tinggi Protein) sehingga dapat memperbaiki kekurangan energi yang
dialami.
Adapun
menurut Slinde F (2006) dalam Energy expenditure in underweight chronic obstructive
pulmonary disease patients before and during a physiotherapy programme menyatakan
bahwa “Pada pasien KEK, di mana salah satu tujuan adalah untuk meningkatkan
berat badan, kami menemukan bahwa asupan tambahan
energi tidak cukup untuk menyediakan peningkatan fisik kinerja dan
keuntungan dalam berat badan. kenyataan ini mengangkat
pertanyaan mengenai berapa banyak energi
tambahan yang dikeluarkan selama program rehabilitasi”19.
6.
% Body
Fat
Pada percobaan
ini, praktikan melakukan pengukuran terhadap tebal lipatan kulit. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui jumlah lemak dalam tubuh. Pada pengukuran ini
dilakukan dua pengukuran yaitu pengukuran tebal lipatan kulit pada trisep dan
pengukuran tebal lipatan kulit pada subskapular.
Hasil yang
diperoleh pada pengukuran tebal lipatan kulit pada trisep yaitu sebesar 13,5
dan hasil pengukuran tebal lipatan kulit pada subskapular yaitu sebesar 15,5.
Setelah nilai dari pengukuran tebal lipatan kulit pada trisep dan subskapular
diketahui, maka nilai-nilainya dimasukkan dalam rumus untuk mengetahui persen
lemak tubuh.
Setelah dihitung
maka diperoleh hasil yaitu sebesar 24%. Nilai ini menunjukkan bahwa praktikan
berada pada status healthy range. Hal
tersebut dilihat pada tabel klasifikasi persen lemak tubuh berdasarkan umur dan
jenis kelamin yang dipaparkan oleh Gallagher.
Pengukuran TLK
merupakan salah satu metode penting untuk menentukan komposisi tubuh serta
persentase lemak tubuh dan untuk menentukan stas gizi secara antropometrik.
Pada percobaan
ini terdapat dua dari anggota kelompok yang melakukan pengukuran berstatus
overweight. Hal tersebut menunjukkan keadaan gizi yang kurang baik, karena akan
rentan terkena penyakit degeneratif seperti obesitas, kardiovaskular, dan lain sebagainya.
Adapun
pernyataan yang diungkapkan oleh Bhat DS (2005) dalam Body fat measurement in Indian men: comparison of three methods based on a
two-compartment model mengenai hubungan IMT dan % body fat pada orang India adalah “Indeks massa tubuh mudah untuk mengukur dalam studi klinis dan epidemiologis tetapi tidak secara langsung mengukur lemak tubuh. Hubungan
antara IMT dan lemak tubuh total berbeda dalam berbeda populasi. Tampaknya
bahwa orang India memiliki IMT yang berbeda-tubuh, hubungan lemak tubuh orang india dibandingkan dengan bule dan Afrika Amerika,
India lebih adiposanya
kebanyakan berkonstribusi pada IMT. Hubungan IMT adalah
estimasi akurat dari
total lemak tubuh. Metode termudah untuk digunakan dalam situasi lapangan adalah model di mana tubuh manusia terbagi menjadi dua kompartemen: lemak dan lemak bebas
massa”20.
Untuk mengurangi
resiko terkena penyakit degeneratif, kita dapat menjaga % body fat tetap berada pada kondisi optimal. Yang dapat didukung
dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang dan tidak dapat diabaikan
juga harus cukup olahraga.
BAB V
PENUTUP
V. 1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan
ini adalah:
1.
Indeks Massa Tubuh (IMT) praktikan adalah 17,78 kg/m2 (underweight)
2.
Prediksi tinggi badan praktikan adalah 153,44 cm dan memiliki
selisih 0,38 cm
3.
WHR
praktikan adalah 0,71 (Moderate)
4.
Lingkar perut praktikan adalah 61,2 cm (Normal)
5.
LILA praktikan adalah 22,8 cm (KEK)
6.
% body fat praktikan adalah 24 %
(healthy range)
V.2. Saran
V.2.1 Dosen
Sebaiknya
asisten dalam praktikum didampingi oleh seorang dosen sehingga praktikum dapat
berjalan lebih optimal dalam hal penjelasan materi.
V.2.2 Asisten
Sebaiknya
asisten memberikan informasi yang sama kepada praktikan, sehingga tidak terjadi
perbedaan pendapat mengenai praktikum.
V.2.3 Laboratorium
Sebaiknya menambah alat pengukuran yang
digunakan agar praktikum bisa berjalan lebih lancar dan cepat. Alat pengukuran
juga harus dikalibrasi sebelum digunakan agar tidak terjadi kesalahan
pengukuran.
V.2.4 Praktikum
Sebaiknya
pada saat praktikum, praktikan lebih menjaga suasana praktikum sehingga
praktikan lain tidak saling mengganggu.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Supariasa,
dkk. 2012. Penilaian Status Gizi.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2.
Almatsier,
Sunita dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam
daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
3.
Wells, J.C.K., Philip, T. and Tim, J. (2007). “BMI compared with 3-dimensional
body shape: The UK National Sizing Survey”. The
American Journal Of Clinical Nutrition. c85:419 –25.
4.
Euser, A.M., Martijn, J.J.F., Mandy, G.K.V., Elysée, T.M.H,.
Jan, M.W. and Friedo, W.D. (2005). “Associations between prenatal and infancy weight gain and
BMI, fat mass, and fat distribution in young adulthood: a prospective cohort
study in males and females born very preterm1–3”. The American Journal Of Clinical Nutrition. 81:480 –7.
5.
Lei,
S.F., Liu, M.Y., Chen, X.D., Deng, F.Y., Lu, J.H., Jian, J.H., Xu, H., Tan,
L.J., Yang, Y.J., Wang, Y.B., Xiao, S.M., Sun, X., Jiang, C., Guo, Y.F., Guo,
J.J., Li, Y.N., Liu, Y.J. and Deng, H.W. (2006). “Relationship of total body
fatness and five anthropometric indices in Chinese aged 20–40 years: different
effects of age and gender”. European
Journal Of Clinical Nutrition. 60, 511–518.
6.
Arisman.
2011. Gizi dalam Daur Kehidupan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7.
Sirajuddin,
Saifuddin, dkk. 2012. Penuntun Praktikum
Penilaian Status Gizi Antropometri, Biokimia, Survei Konsumsi Pangan.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
8.
Linda
Dwijayanthi. 2011. Ilmu Gizi Menjadi
Sangat Mudah Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
9.
Hermaduanti, N dan Sri Kusumadewi. (2008). “Sistem pendukung keputusan berbasis
sms untuk menentukan status gizi dengan metode k-nearest neighbor”. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. ISSN: 1907-5022. E 49
- E 56.
10.
Teichtahl, A.J., Anita, E.W., Boyd, J.S., Yuanyuan, W.,
Patricia, B., Miranda, D.T. and Flavia, M.C. (2012). “The associations between
body and knee height measurements and knee joint structure in an asymptomatic
cohort”. BMC Musculoskeletal Disorders.
1-7.
11.
Fredriks,
A.M., Stef, V.B., Minne, F.S., Pauline, V.V., Jan, M.W,. (2004). “Are age
references for waist circumference, hip circumference and waist-hip ratio in
Dutch children useful in clinical practice?”. 164: 216–222.
12.
Azwar, A. (2004). “Tubuh sehat ideal dari segi
kesehatan”. Seminar Kesehatan Obesitas, Senat
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. 1-7.
13.
Rosello,
J.M., Maria, T. and Leo, M. (2004). “Study of abdominal circumference
proportions in fetuses with growth disorders”. Arch Gynecol Obstet. 272: 40–42.
14.
Chumlea,
W.C., Schubert, C.M., Towne, B., Siervogel, R.M.. and Sun, S.S. (2009). “Left ventricular mass, abdominal circumference and age: the fels
longitudinal study”. The Journal Of Nutrition, Health & Aging.
Volume Number 2009.
15.
Mak, K.K & Sharon, H.T. (2012). “Underweight problems in
Asian children and adolescents”. Eur J
Pediatr. 171:779–785.
16.
Houston,
D.K., Stevens, J. and Cai, J. (2005). “Abdominal fat distribution and
functional limitations and disability in a biracial cohort: the Atherosclerosis
Risk in Communities Study”. International Journal Of Obesity. 1457–1463
17.
Brouwer, B.G., Frank, L.J., Visseren, R.P., Stolk. and Yolanda, V.D.G. (2007). “Abdominal Fat
and Risk of Coronary Heart Disease in Patients with Peripheral Arterial Disease”. Obesity
vol. 15 no. 6 june 2007.
18.
Connor, N.E and Mark, J.M. (2010). “Monitoring the Adequacy of Catch-Up Growth Among
Moderately Malnourished Children Receiving Home-Based Therapy Using Mid-Upper
Arm Circumference in Southern Malawi”. Matern Child
Health Journal. 15:980–984.
19.
Slinde, F., Kvarnhult, K., Gronberg, A.M., Nordenson, A., Larsson, S.. and Hulthen, L.. (2006). “Energy expenditure in underweight
chronic obstructive pulmonary disease patients before and during a
physiotherapy programme”. European Journal Of Clinical Nutrition. 60, 870–876.
20.
Bhat,
DS., Yajnik, C.S., Sayyad, M.G., Raut, K.N., Lubree,
H.G., Rege,
S.S., Chougule,
S.D., Shetty,
P.S., Yudkin, J.S. and Kurpad, A.V.. (2005). “Body fat measurement in indian men:
comparison of three methods based on a two-compartment model”. International
Journal Of Obesity. Vol 29. 842–848.
LAMPIRAN
Perhitungan
a.
IMT = 
=

=
17,78 kg/m2 (Underweight)
b.
Memprediksi Tinggi Badan (Berdasarkan Tinggi Lutut)
5
=
84,88 – 4,8 + 86,559 – 13,2
=
153,439
c.
WHR = 
=
= 0,71 (Moderate)
d.
Lingkar Perut = 61,2 cm
(Normal)
e.
LILA = 22,8 cm
(KEK)
f.
% Body Fat
Wanita 18-23 tahun
Db
= 1,0897 – 0,00133 (∑tricep+scapula)
Db = 1,0897 – 0,00133 (13,5 + 15,5)
=
1,0897 – 0,03857
=
1,05113
% Body Fat = [(4,76 / Db) – 4,28] x 100
=
[(4,76 / 1,05113) – 4,28]x100
=24
% (Healthy
Range)
[3] Jonatahan CK
Wells et al. 2007. BMI compared with
3-dimensional body shape: the UK National Sizing Survey.
1–3.85:419 –25.
[4] Anne M Euser et al. 2005. Associations between prenatal and
infancy weight gain and BMI, fat mass, and fat distribution in young adulthood:
a prospective cohort study in males and females born very preterm. 81:480 –7.
[5] Lei SF et al. 2006. Relationship Of Total Body Fatness And Five
Anthropometric Indices In Chinese Aged 20–40 Years: Different Effects Of Age
And Gender. 511–518
2 Almatsier,
dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan
[6] Arisman.
2010. Gizi dalam Daur Kehidupan
[9]
Hermaduanti,
N, dkk. 2008. Sistem
Pendukung Keputusan Berbasis Sms Untuk Menentukan Status Gizi Dengan Metode K-Nearest Neighbor. E-49
2
Almatsier, dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan
3 Jonatahan CK
Wells et al. 2007. BMI compared with
3-dimensional body shape: the UK National Sizing Survey.
1–3.85:419 –25.
[10] Andrew J Teichtahl et
al. 2011. The associations between body and knee height measurements and knee joint structure in an asymptomatic cohort. 1-7
7 Saifuddin
Sirajuddin, dkk.
2012. Penuntun Praktikum
[11] Fredriks AM et al. (2004).
Are age references for waist circumference,
hip circumference and waist-hip ratio in Dutch children useful in clinical
practice?.
164:
216–222
[13] Jose M et al. 2004. Study of abdominal circumference proportions in fetuses with
growth disorders. 272: 40–42
[14] W.C. Chumlea et al. 2009. Left Ventricular Mass, Abdominal
Circumference And Age: The Fels
Longitudinal Study. 1-5
2 Almatsier,
dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan
2 Almatsier,
dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan
3 Jonatahan CK
Wells et al. 2007. BMI compared with
3-dimensional body shape: the UK National Sizing Survey.
1–3.85:419 –25.
10
Andrew J Teichtahl et
al. 2011. The associations between body and knee height measurements and knee joint structure in an asymptomatic cohort. 1-7
11 Fredriks AM et al.
(2004). Are age references for waist circumference,
hip circumference and waist-hip ratio in Dutch children useful in clinical
practice?.
164:
216–222
16 Houston
DK et al. 2005. Abdominal fat
distribution and functional limitations and disability in a biracial cohort:
the Atherosclerosis Risk in Communities Study. 1457–1463
17 Brouwer BG et al. 2007. Abdominal Fat And Risk Of
Coronary Heart Disease In Patients With Peripheral Arterial Disease. 1623-1630
18 Nicholas
E, et al. 2010. Monitoring the
Adequacy of Catch-Up Growth Among Moderately Malnourished Children Receiving
Home-Based Therapy Using Mid-Upper Arm Circumference in Southern Malawi. 15:980–984
19 Slinde
F, et al. 2006. Energy expenditure in underweight chronic
obstructive pulmonary disease patients before and during a physiotherapy
programme. 60, 870–876
20 Bhat
DS, et al. 2005. Body fat
measurement in Indian men: comparison of three methods based on a
two-compartment model. 29, 842–848
artikelnya bagus kak, mampir dulu ke saya
BalasHapushttp://indonugraha.blogspot.co.id/
online casino -ambienshoppie
BalasHapus› online › casino › free_gaming › online › casino › free_gaming Play Online Casino 온라인 카지노 가입 at the Best Free Casino 2021! Gamble online on a wide range of casino games and choose from our huge selection of free slots and
Blackjack, Slots, Video Poker - Mapyro
BalasHapusFree 김제 출장안마 Casino games, 속초 출장안마 casino games 대구광역 출장마사지 and bonuses. Play Online 포항 출장마사지 Blackjack, Slots, Video 동해 출장안마 Poker - Mapyro