Selasa, 05 November 2013

ANTROPOMETRI



LAPORAN PRAKTIKUM

PENILAIAN STATUS GIZI ANTROPOMETRI
(IMT, MEMPREDIKSI TINGGI BADAN, WHR, LINGKAR PERUT, LILA, %BODY FAT)



UNHAScolor.jpg














OLEH :

ZHYLVIA RAMDHA

K21110286

KELOMPOK A1





PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, adsorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi[1].
Penilaian status gizi merupakan upaya menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui penilaian antropometri, konsumsi makanan, biokimia, dan klinik. Informasi ini digunakan untuk  untuk menetapkan status kesehatan perorangan  atau atau kelompok penduduk yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat gizi. Sistem penilaian status gizi  dapat dilakukan dalam bentuk  survei, surveilen, atau skrining[2].
Penilaian status gizi perlu dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit-penyakit yang erat kaitannya dengan asupan gizi. Semakin maju ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara status gizi dan penyakit, semakin pesat perkembangan ilmu pengetahuan mengenai indikator yang digunakan dalam pengukuran tubuh manusia, semakin kuat pula keyakinan tentang perlunya dilakukan penilaian status gizi terhadap masyarakat secara teratur2.
Menurut Jonathan (2007) dalam BMI compared with 3-dimensional body shape: the UK National Sizing Survey bahwaBentuk tubuh manusia adalah sumber yang kaya informasi tentang kesehatan dan risiko penyakit. Mengukur antropometri secara manual memakan waktu dan hanya mengukur  beberapa bentuk yang digunakan secara teratur dalam praktek klinis atau epidemiologi, keduanya masih mengandalkan terutama pada indeks massa tubuh  (BMI). Pemindaian tubuh tiga-dimensi menyediakan tampilan berkualitas tinggi tentang informasi bentuk. IMT yang digunakan untuk mengkategorikan underweight, BB normal, kelebihan berat badan, obesitas dan banyak penelitian telah menggambarkan hubungan antara IMT dan resiko penyakit kardiovaskular (CVD) dan penyakit lainnya”[3].
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Anne M Euser (2005) dalam Associations between prenatal and infancy weight gain and BMI, fat mass, and fat distribution in young adulthood: a prospective cohort study in males and females born very preterm menyatakan bahwa “Obesitas merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Obesitas juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian. Penelitian di Belanda telah menunjukkan bahwa mengurangi asupan kalori ibu selama 2 trimester pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko obesitas dewasa. Hubungan antara berat lahir, terutama indikator pertumbuhan janin selama trimester ketiga, dan obesitas dewasa adalah samar-samar. Dalam studi ini, obesitas dinyatakan sebagai indeks massa tubuh (BMI, dalam kg/m2), yang meliputi massa lemak dan massa lemak bebas”[4].
Sementara itu menurut Lei SF (2006) dalam Relationship Of Total Body Fatness And Five Anthropometric Indices In Chinese Aged 20–40 Years: Different Effects Of Age And Gender menyatakan bahwa “Indeks antropometri (seperti indeks massa tubuh (BMI), lingkar pinggang, lingkar pinggul, pinggang-pinggul rasio (WHR) dan conicity index (CI)) biasanya digunakan untuk menilai massa lemak karena mereka relatif mudah dan murah untuk diperoleh.[5].
Dari beberapa data penelitian yang ada menunjukkan akan pentingnya dilakukan penilaian status gizi melalui pengukuran antropometri, maka dilakukanlah praktikum ini.

I.2 TujuanPercobaan
I.2.1 TujuanUmum
     Adapun tujuan umum dari percobaan ini adalah untuk mengetahui status gizi praktikan dengan cara antropometri.

I.2.2 Tujuan Khusus
        Adapun tujuan khusus dari percobaan ini adalah:
1.      Untuk mengetahui IMT (Indeks Massa Tubuh) praktikan
2.      Untuk memperkirakan tinggi badan praktikan
3.      Untuk mengetahui WHR (Rasio lingkar pinggang lingkar panggul) praktikan
4.      Untuk mengetahui lingkar perut praktikan
5.      Untuk mengetahui lingkar lengan atas (LILA) praktikan
6.      Untuk mengetahui % Body Fat praktikan

I.3. Manfaat Percobaan
       Adapun manfaat dari percobaan ini adalah :
1.         Untuk mengetahui bagaimana cara menilai status gizi secara antropometri sehingga dijadikan acuan dalam mendukung pekerjaan kita nantinya.
2.         Untuk mengetahui status gizi sehingga dapat melakukan langkah-langkah pencegahan atau pengobatan bila terdapat status gizi yang rendah atau berlebihan.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

       Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim[6].
Penilaian status gizi saat ini merupakan komponen penting dari asuhan gizi pasien-rawat jalan maupun-rawat inap di rumah sakit. Disamping hubungan penting antara status gizi dan kesehatan secara umum, gizi ternyata sangat berpengaruh terhadap kesembuhan pasien yang mengalami penyakit atau luka akut. Penilaian status gizi yang benar sering menjadi indikator terhadap keberhasilan upaya pemulihan kesehatan pasien2.
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusis. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi1.
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antopometri adalah ukuran tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh1.
Penilaian antropometri dilakukan melalui pengukuran dimensi fisik dan komposisi kasar tubuh. Penilaian dilakukan terhadap berat badab (BB), tinggi badan (TB), lingkar kepala, lingkar lengan atas (LILA), dan tebal lemak kulit. Pada usia kurang dari dua tahun, pengukuran tinggi badan dilakukan dengan mengukur panjang badan dalam keadaan tidur, sedangkan pada usia dua tahun atau lebih, pengukuran dilakukan dalam keadaan berdiri. Tinggi badan juga dapat ditentukan melalui pengukuran tinggi lutut (dengan menggunakan kaki kiri dengan sudut 90 derajat) pada orang yang memiliki kelainan tulang belakang atau tidak mampu berdiri tegak2.

II.1 Indeks Massa Tubuh
       Indeks Massa Tubuh  (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk menentukan status gizi orang dewasa. Berat badan kurang  dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi  sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak-anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak bia diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegali[7].
Indeks Massa Tubuh (IMT) mengukur berat badan menurut tinggi badan, menggunakan system pound dan inci atau system metric konvensional (kilogram dan sentimeter). Menggunakan IMT untuk mengevaluasi berat badan sangatlah mudah. Kelemahan utama penggunaan IMT adalah dalam penghitungan, kelebihan berat badan diasumsikan terjadi akibat adanya kelebihan lemak. Metode ini tidak mempertimbangkan penyebab lain, seperti edema dan massa otot yang besar. IMT mengukur lemak tubuh total berdasarkan tinggi dan berat badan. Berat badan ideal (BBI) yang juga membantu dalam menilai status gizi, merupakan standar referensi untuk kepentingan klinis[8].
Menurut Hermaduanti (2008) dalam Sistem Pendukung Keputusan Berbasis Sms Untuk Menentukan Status Gizi Dengan Metode K-Nearest Neighbor menyatakan bahwa “BMI (Body Mass Index) merupakan suatu pengukuran yang menunjukkan hubungan antara berat badan  dan tinggi badan. BMI merupakan suatu rumus matematika dimana berat badan seseorang (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter). BMI lebih berhubungan dengan lemak tubuh dibandingkan dengan indikator lainnya untuk tinggi badan dan berat badan. Oleh karena rumus BMI hanya menggunakan variabel tinggi badan dan berat badan dan belum memenuhi variabel-variabel seperti lingkar perut, lingkar panggul, dan persentase lemak, maka diperlukan  perhitungan yang dapat memenuhi semua variabel tersebut”[9].
Hermaduanti (2008) dalam Sistem Pendukung Keputusan Berbasis Sms Untuk Menentukan Status Gizi Dengan Metode K-Nearest Neighbor kembali menyatakan bahwa “BMI bisa memperkirakan lemak tubuh, tetapi tidak dapat diartikan sebagai persentase yang pasti dari lemak tubuh. Hubungan antara lemak dan BMI dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Wanita lebih mungkin memiliki persentase lemak tubuh yang lebih tinggi dibandingkan pria dengan nilai BMI yang sama. Pada BMI yang sama, orang yang lebih tua memiliki lebih banyak lemak tubuh dibandingkan orang yang lebih muda”9.
Menurut Jonathan (2007) dalam BMI compared with 3-dimensional body shape: the UK National Sizing Survey bahwa “Pengukuran tubuh manusia telah digunakan dalam praktek  medis dan penelitian selama berabad-abad. Pengukuran  yang paling banyak digunakan adalah berat dan tinggi badan, yang sering digabungkan sebagai indeks massa tubuh (BMI, dalam  kg/m2) . BMI digunakan untuk mengkategorikan underweight, berat badan normal, kelebihan berat badan dan obesitas, dan banyak penelitian telah menggambarkan hubungan antara BMI dan risiko penyakit kardiovaskular (CVD) dan penyakit lainnya3.

II.2 Memprediksi Tinggi Badan
Perkiraan parameter farmakokinetik dan evaluasi status gizi bergantung pada pengukuran yang akurat tidak hanya berat tetapi juga tinggi badan. Namun sejumlah penyakit dapat menyebabkan kesulitan dalam pengukuran tinggi badan secara akurat. Oleh karena itu, berbagai rumus berdasarkan tulang yang tidak berubah panjang telah dikembangkan. Metode-metode termasuk tinggi lutut, panjang lengan dan setengah rentang tangan. Tinggi lutut diukur dari bawah maleolus lateral fibula ke tumit. Langkah ini digunakan untuk individu yang lebih dari 60 tahun atau tidak dapat berdiri atau memiliki kelainan bentuk tulang belakang7.
Tinggi badan berhubungan erat dengan tinggi lutut. Pengukuran tinggi lutut perlu dilakukan pada penderita dengan kelainan tulang belakang, atau mereka yang tidak dapat berdiri tegak seperti pada usia lanjut. Pada usia lanjut seseorang umumnya mengalami pembungkukan dan sulit berdiri, tinggi badannya dapat diukur dengan pendekatan tinggi lutut. Mengukur tinggi lutut dilakukan saat yang bersangkutan berbaring atau tiduran. Posisi berbaring dilakukan dengan muka menghadap ke atas, lutut yang akan diukur tingginya adalah lutut kirir. Posisikan lutut tegak lurus dengan tulang kering membentuk 90 derajat2.
Tinggi atau panjang badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan panjang tulang, namun tinggi saja belum dapat dijadikan indikator untuk menilai status gizi, kecuali jika digabungkan dengan indikator lain, seperti usia dan berat badan. Penggunaan tinggi atau npanjang, bukan tanpa kelemahan. Pertama, buku acuan yang tersedia umumnya diambil dari penilaian tinggi badan subjek yang berasal dari masyarakat yang berstatus gizi baik di negara maju. Kedua, defisit pertumbuhan linear baru akan terjelma manakala defisiensi telah berlangsung lama, yang berarti tidak akan termanifestasi semasa bayi. Ketiga, secara genetik setiap orang terlahir menurut ukuran yang tidak serupa6.
Selain penggunaan tulang tibia sebagai patokan, fibula pun bisa juga dijadikan acuan. Tinggi tulang fibula diukur dari kaput fibula hingga maleolus lateralis (dalam cm). Hasil pengukuran tinggi badan lansia sebagian besar tidak akurat karena komponen penentu tinggi badan lansia sebenarnya telah berubah : diskus antar tulang vertebrata (termasuk ruas tulang belakang itu sendiri) telah menipis, disamping itu mungkin pula terjadi skiliosis. Dengan demikian hasil pengukuran tinggi pada lansia tidak akan sama dengan pengukuran ketika yang bersangkutan masih belia6.
Menurut Andrew J Teichtahl (2011) dalam The associations between body and knee height measurements and knee joint structure in an asymptomatic cohort mengemukakan bahwaTinggi lutut adalah penentu beban sendi lutut. Meskipun demikian, tidak ada penelitian secara langsung yang meneliti hubungan antara ukuran antropometri tinggi dan struktur sendi lutut, seperti tulang rawan. Sebuah pengukuran baru dan menarik yang mungkin terkait dengan struktur sendi lutut adalah tinggi lutut. Meskipun belum secara resmi diperiksa, alasan untuk lutut tinggi menjadi penentu penting dari struktur sendi didasarkan pada hipotesis bahwa panjang tungkai menanamkan momen besar di sekitar lutut, memproduksi torsi lebih dan beban sendi berikutnya”[10].

II.3 Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul (WHR)
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan. Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Ukuran yang umum digunakan adalah rasio lingkar pinggang-pinggul. Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi pengukuran harus tepat, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan hasil yang berbeda7.
Untuk memperoleh ukuran lingkar pinggang, tentukan terlebih dahulu bagian terbawah lengkung aorta dan krista iliaka. Lingkar pinggang diukur melalui titik pertengahan antara kedua lengkung ini mengelilingi perut yang sejajar dengan tanah, sementara subjek berdiri tegak dengan kaki direnggangkan selebar kira-kira 25-30 cm. sebelum pengukuran dilaksanakan, subjek hendaknya berpuasa sepanjang malam6.
Rasio lingkar pinggang terhadap panggul (Wrist-Hip ratio/WHR), pembagian ukuran lingkar pinggang dan panggul, ialah cara sederhana  dalam penentuan distribusi lemak baik di bawah kulit maupun pada jaringan intra-abdominal. Penggelembungan rasio pinggang0panggul (pria >1,0 dan wanita >0,85) menandakan penumpukan lemak di dalam perut. Resiko yang diakibatkan oleh gumpalan lemak di dalam perut memang lebih tinggi dibandingkan timbunan di bawah kulit karena aliran darah di daerah itu lebih tinggi. Pembesaran ukuran mencerminkan perubahan resiko penyakit degeneratif, terutama kardiovaskuler, meskipun resiko yang kemudian  mungkin berlanjut tidak sama pada setiap populasi. Contohnya wanita kulit putih lebih kuat terkait dengan resiko PJK dan DM tipe 2 ketimbang wanita kulit hitam. Oleh karena itu perlu dikembangkan “ambang batas” ukuran tersebut berdasarkan etnis dan jenis kelamin6.
Pada studi prospektif menunjukkan bahwa rasio pinggang dan pinggul berhubungan erat dengan penyakit kardiovaskuler. Rata-rata rasio lingkar pinggang dan pinggul penderita penyakit kardiovaskuler dengan orang yang sehat adalah 0,938 dan 0,9251.
Menurut A. Miranda Fredriks (2004) dalam Are age references for waist circumference, hip circumference and waist-hip ratio in Dutch children useful in clinical practice? Menyatakan bahwa “WHR adalah ukuran tubuh secara keseluruhan relatif distribusi lemak dan telah banyak digunakan pada orang dewasa. Mirip dengan situasi berkaitan dengan lingkar pinggang , tidak ada konsensus tentang cut-off batas terbaik untuk WHR. dalam satu Penelitian, disarankan untuk menggunakan rasio tinggi : 0.94 ke > 1.0 untuk pria dan > 0,80 sampai > 0,90 untuk wanita, karena ini dikaitkan dengan peningkatan risiko kardiovaskular penyakit dan kematian. Pada anak-anak, bagaimanapun, nilai prognostik WHR tampaknya rendah dibandingkan ke lingkar pinggang dan tidak secara akurat mencerminkan intra abdominal massa lemak[11].

II.4 Lingkar Perut
Cara lain yang biasa dilakukan untuk memantau resiko kegemukan adalah dengan mengukur lingkar perut. Ukuran lingkar perut yang baik yaitutidak lebih dari 90 cm untuk laki-laki dan tidak lebih dari 80 cm untuk perempuan. Pengukuran lingkar perut lebih memberi arti dibandingkan IMT dalam menentukan timbunan lemak di dalam rongga perut (obesitas sentral) karena peningkatan timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkar perut7.
Menurut Azrul Azwar (2004) dalam Tubuh Sehat Ideal Dari Segi Kesehatan menyatakan bahwa “Pengukuran antropometri lain yang sering digunakan adalah mengukur rasio Lingkar perut dan Lingkar Pinggang (RLPP). Pada wanita RLPP yang disarankan < 0,8 sedangkan pada laki-laki < 1 Penilaian RLPP ini cukup penting karena untuk mengetahui risiko menderita penyakit jantung. Seseorang dengan RLPP > 0,8 pada wanita dan > 1 pada laki-laki mempunyai risiko menderita penyakit jantung lebih besar dari yang RLPP nya dibawah ambang batas”[12].
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jose Morales (2004) dalam Study of abdominal circumference proportions in fetuses with growth disorders menyatakan bahwa “Lingkar perut adalah parameter yang paling berkorelasi dengan janin pertumbuhan. Pengukuran lingkar perut terbukti memiliki kemanjurannya dalam diagnosis gangguan pertumbuhan. Ini adalah parameter ultra sonographical (USG) janin yang terbaik berkorelasi dengan pertumbuhan janin”[13].
Adapun penelitian lain yang menggunakan pengukuran lingkar perut sebagai indikator pendukung pengukuran massa ventrikel kiri yaitu menurut W.C. Chumlea (2009) dalam Left Ventricular Mass, Abdominal Circumference And Age: The Fels Longitudinal Study menyatakan bahwaHubungan massa ventrikel kiri dan lingkar perut telah diperiksa. Hanya beberapa studi telah menggunakan lingkar perut telah sebagai variabel kontinyu dan hal itu positif terkait dengan massa ventrikel kiri bahkan dengan adanya obesitas. BMI dan lingkar perut bukan tindakan diagnostik, namun lingkar perut berpotensi dari utilitas klinis yang lebih besar dibandingkan BMI dalam menggambarkan distribusi lemak dan obesitas terkait risiko kesehatan dan beberapa menganggapnya sebagai risiko kesehatan yang penting. Indikator independen dari BMI Mengukur massa ventrikel kiri adalah memakan waktu dan mahal, tapi lingkar perut sebagai pengganti untuk pusat adipositas adalah cepat dan mudah. Jika lingkar perut secara positif berhubungan dengan massa ventrikel kiri meningkat, maka bisa memiliki skrining penyakit jantung dan nilai prognostik melampaui penggunaannya sebagai ukuran adipositas pusat dan berfungsi sebagai kemungkinan hubungan antara penanda untuk sindrom metabolik dan penyakit jantung sebagai bagian dari proses penuaan[14]”.

II.5 Lingkar Lengan Atas (LILA)
Lingkar lengan atas (LILA) merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. LILA mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan status KEP pada balita dan KEK pada WUS (wanita usia subur) dan ibu hamil (resiko bayi BBLR)7.
Lingkar lengan atas menentukan massa otot dan lemak subkutan. Pada pemeriksaan ini, pasien diminta memfleksikan lengan bawah dengan lengan yang tidak dominan sebesar 90 derajat. Kemudian posisikan lengan pada posisi menggantung, lingkarkan pita pengukur pada pertengahan lengan atas antara puncak proseus akromion skapula dan proseus olekranon ulna, dan ukur dari titik tengahnya. Tahan pita pengukur dengan kuat, tapi jangan terlalu ketat dan catat pada milimeter yang paling mendekati8.
LILA adalah lingkar lengan bagian atas pada bagian trisep. LILA digunakan untuk mendapatkan perkiraan tebal lemak bawah kulit, dengan cara ini dapat diperkirakan jumlah lemak tubuh total. Hubungan antara lemak bawah kulit dengan seluruh jaringan lemak tubuh tidak lurus (linier), hal ini sangat bergantung pada umur dan berat badan. Seseorang yang kurus mempunyai proporsi lemak tubuh total yang tipis dengan deposit lemak bawah kulit dibandingkan dengan seseorang yang gemuk. Distribusi lemak bawah kulit juga bergantung pada ras, gender, dan umur2.
Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alatyang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan , terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi. Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja1.
Pertambahan otot dan lemak di lengan berlangsung cepat selama tahun pertama kehidupan. Setelah itu, pertumbuhannya nyaris tidak terjadi sehingga anak berusia 5 tahun, dan ukuran lengan tetap konstan di 16 cm. seandainya anak itu mengalami malnutrisi, otot akan mengecil, lemak menipis, dan ukuran lingkar lengan pun menyusut. Oleh karena itu pengukuran lingkar lengan amat berguna dan cepat untuk menapis malnutrisi anak balita, terutama bila usia yang tepat tidak diketahui, dan alat penimbang tidak tersedia6.

II.6 % Body Fat
Ketebalan lipatan kulit adalah suatu pengukuran kandungan lemak tubuh karena sekitar separuh dari cadangan lemak tubuh total terdapat langsung dibawah kulit. Pengukuran tebal lipatan kulit merupakan salah satu metode penting untuk menentukan komposisi tubuh serta presentase lemak tubuh dan untuk menentukan status gizi secara antropometrik7.
Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya lengan atas (tricep dan bicep), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), suprailiaca, paha, tempurung lutut (suprapatellar), dan pertengahan tungkai bawah (medial calv). Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%) terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh jenis kelamin dan umur7.
Tebal lemak kulit adalah ukuran yang memberikan perkiraan tentang jumlah simpanan lemak di bawah kulit, yang menggambarkan jumlah total simpanan lemak tubuh. Lemak tubuh disimpan di dua tempat, satu untuk menyimpan lemak esensial, dan satu lagi untuk menyimpan lemak tubuh pada umumnya. Lemak esensial terdapat dalam sumsum tulang belakang, sistem syaraf sentral, kelenjar payudara, dan organ lain, lemak ini diperlukan untuk fungsi faali tubuh. Lemak esensial merupakan kurang lebih 9% (4,9 kg) dari berat badan total perempuan dan kurang lebih 3% (2,1 kg) dari berat badan total laki-laki2.
Dalam survei yang berskala besar disarankan bahwa total lemak dalam tubuh dapat diukur dari pengukuran beberapa tempat seperti pada trisep, bisep, dan subscapular serta suprailliaca. Masalah yang dihadapi adalah peningkatan atau penurunan penyimpanan lemak di jaringan sub-kutan tidak sama pada seluruhpermukaan tubuh. Oleh karena itu, kita harus memilih daerah yang praktis dan dapat memberikan petunjuk tentang persediaan energi. Untuk tujuan tersebut, baik orang kurus maupun orang gemuk, pengukuran pada trisep adalah yang paling praktis untuk semua umur. Pengukuran trisep tidak hanya berguna untuk menghitung indeks persediaan energi, tetapi memungkinkan sebagai dasar untuk menghitung ketebalan otot pada lingkar lengan atas1.



BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Tempat dan Waktu Praktikum
       Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin pada tanggal 04 November 2012.

III.2  Alat dan Bahan Praktikum
       Adapun alat yang digunakan pada praktiukum ini adalah timbangan, microtoice, pita LILA, caliper, dan alat ukur lingkar perut.

III.3 Prosedur Kerja
III.3.1 IMT (Indeks Massa Tubuh)
1.      Pengukuran Berat Badan
       Adapun cara pengukuran berat badan adalah :
1)      Subjek mengenakan pakaian biasa (diusahakan dengan pakaian yang minimal). Subjek tidak menggunakan alas kaki.
2)      Dipastikan timbangan berada pada penunjukkan skala dengan angka 0,0.
3)      Subjek berdiri di atas timbangan dengan berat yang tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus ke depan. Diusahakan tetap tenang.
4)      Dibaca berat badan pada tampilan dengan skala 0.1 kg terdekat.

2.      Pengukuran Tinggi Badan
       Adapun cara pengukuran tinggi badan adalah :
1)      Subjek tidak mengenakan alas kaki. Diposisikan subjek tepat di bawah microtoice.
2)      Kaki dirapatkan, lutut diluruskan. Tumit, pantat dan bahu menyentuh dinding ventrikal.
3)      Subjek dengan pandang lurus ke depan, kepala tidak perlu menyentuh dinding vertikal. Tangan dilepas ke samping badan dengan tangan menghadap paha.
4)      Subjek diminta untuk menarik nafas panjang dan berdiri tegak tanpa mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang. Diusahakan bahu tetap santai.
5)      Microtoice ditarik hingga menyentuh ujung kepala, dipegang secara horizontal. Pengukuran tinggi badan diambil saat menarik nafas maksimum. Dengan mata pengukur sejajar dengan alat penunjuk angka untuk menghindari kesalahan penglihatan. Dicatat tinggi badan pada skala 0.1 cm terdekat.

III.3.2 Memprediksi Tinggi Badan
       Adapun cara memprediksi tinggi badan adalah :
1)      Objek duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk sudut 900 proximal hingga patella.
2)      Diletakkan alat ukur dengan dasar (titik 0) pada telapak kaki tarik hingga titik tengah lutut.
3)      Dibaca alat ukur hingga 0.1 cm terdekat.
4)      Ditentukan tinggi badan dengan rumus :
TB (laki-laki) = 64,19 (0,04 x Umur) + (2,02 x TL)
TB (wanita)                = 84,88  (0,24 x Umur) + (1.83 x TL) – 75  Umur x 1,2
                                                                                                        5

III.3.3 WHR (Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul)
1.      Lingkar Pinggang
       Adapun prosedur pengukuran lingkar pinggang adalah :
1)      Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan) sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas pakaian yang digunakan.
2)      Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang relaks.
3)      Pengukur menghadap ke subjek dan meletakkan alat ukur melingkar pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian yang paling kecil dari tubuh. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat. Bagi mereka yang gemuk, dimana sukar menentukan bagian kecil,daerah yang harus diukur adalah antara tulang rusuk dengan tonjolan iliaca.
4)      Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal, dan alat ukur tidak menekan kulit.
5)      Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0.1 cm terdekat.

2.      Lingkar Panggul
       Adapun prosedur pengukuran lingkar panggul adalah :
1)      Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan.
2)      Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi tubuh dan kaki rapat.
3)      Pengukur jongkok di samping subjek sehingga tingkat maksimal dari panggul dilihat.
4)      Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit. Seorang pembantu diperlukan untuk mengatur posisi alat ukur pada sisi lainnya.
5)      Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0.1 cm terdekat.

III.3.4 Lingkar Perut
       Adapun prosedur kerja dari pengukuran lingkar perut adalah :
1.      Dijelaskan pada respon tujuan pengukuran lingkar perut dan tindakan apa saja yang akan dilakukan dalam pengukuran.
2.      Untuk pengukuran ini responden diminta dengan cara yang santun untuk membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik pengukuran.
3.      Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
4.      Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/ panggul.
5.      Tetapkan titik tengah di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung lengkung tulang pangkal paha/ panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis.
6.      Responden diminta untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi normal).
7.      Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/ diambil dari titik tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah di awal pengukuran.
8.      Apabila responden mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah tersebut lagi.

III.3.5 Lingkar Lengan Atas (LILA)
1.      Menentukan Titik Mid Point Pada Lengan
       Adapun prosedur menentukan titik mid point adalah :
1)      Subjek diminta untuk berdiri tegak
2)      Diminta subjek untuk membuka lengan pakaian yang menutup lengan kiri atas (bagi yang kidal digunakan lengan kanan).
3)      Ditekukkan subjek membentuk 900, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Pengukur berdiri di belakang subjek dan ditentukan titik tengah antara tulang atas pada bahu kiri dan siku.
4)      Ditandai titik tengah tersebut dengan pena.

2.      Mengukur Lingkar Lengan Atas
       Adapun prosedur pengukuran lingkar lengan atas adalah :
1)      Dengan tangan tergantung lepas dan lurus disamping badan, telapak tangan menghadap ke bawah.
2)      Diukur lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA menempel pada kulit. Diperhatikan jangan sampai pita menenkan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita.
3)      Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.

III.3.6 Tebal Lipatan Kulit (TLK)
       Adapun prosedur pengukuran untuk menentukan tebal lipatan kulit adalah :
1)      Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk mengangkat kedua sisi dari kulit dan lemak subkutan kurang lebih 1 cm proximal dari daerah yang diukur.
2)      Lipatan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm yang tegak lurus arah garis kulit.
3)      Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai.
4)      Caliper dipegang oleh tangan kanan.
5)      Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh caliper dilepas.

1.      Mengukur TLK pada Trisep
       Adapun cara mengukur TLK pada Trisep adalah :
1)      Subjek berdiri dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh.
2)      Pengukuran dilakukan pada mid point (sama seperti LILA).
3)      Pengukur berdiri di belakang subjek dan meletakkan tangan kirinya pada bagian lengan yang paling atas kearah tanda yang telah dibuat dimana ibu jari dan jari telunjuk menghadap ke bawah. Tricept skinfold diambil dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah tadi.
4)      Tricep skinfold diukur dengan mendekati 0.1 mm.


2.      Mengukur TLK Pada Subscapular
       Adapun cara mengukur TLK pada subscapular adalah :
1)      Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh.
2)      Diletakkan tangan kiri ke belakang.
3)      Untuk mendapatkan tempat pengukuran, pemeriksa meraba scapula dan mencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas vertebrata sampai menentukan sudut bawah sudut scapula.
4)      Subscapular skinfold ditarik dalam arah diagonal (infero-lateral) kurang lebih 450C ke arah horizontal garis kulit. Titik scapula terletak bagian bawah sudut scapula.
5)      Caliper diletakkan 1 cm infero-lateral dari ibu jari dan jari telunjuk yang mengangkat kulit dan subkutan dan ketebalan kulit diukur mendekati 0.1 mm.






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
1.      Tabel Hasil Pengukuran Antropometri
No
Nama
Jenis Kelamin
Umur
(tahun)
Berat Badan
(kg)
Tinggi Badan
(cm)
Tinggi Lutut
(cm)
Lingkar Pinggang
(cm)
Lingkar Panggul
(cm)
Lingkar Perut
(cm)
Trisep
(cm)
Subscapular
(cm)
LiLA
(cm)
1
Hermin Khurul Aini
P
21
49,9
155,5
46,9
66,9
90,2
68
16
12,5
25,3
2
Nur Awaliah As’ad
P
20
68,55
158,2
49,8
81,2
103,2
88
29
21
29,75
3
Mardhiati
P
20
53,9
151
47,5
67,2
94,2
68
16,5
15,5
25,7
4
St. Hartini Djalil
P
20
53
152,35
47,6
70
95,5
71,4
15,5
12,5
25
5
Tenri Puli
P
20
70
162
50,5
74,7
109,5
74,2
25,6
18
31,5
6
Nurdianah Achmad
P
20
47,7
142,75
43,3
64,5
94,5
69
16,5
20
26,8
7
Masfufah
P
20
57,3
155,5
48,9
72,8
92
73,2
16
15
27,3
8
Zhylvia Ramdha
P
20
41,65
153,05
47,3
60
83,8
61,2
13,5
15,5
22,8
9
Fitrah Ahlakul Karimah
P
20
41,1
154
47,3
62
62,5
62,5
10,5
12
21,45
10
Munawwarah
P
24
46,5
151
46,7
74,3
91
68,9
10,5
11
26
2.      Tabel Hasil Perhitungan Antropometri
NO
Nama
IMT
WHR
Lingkar Perut
%Body Fat
LILA
TB/TL
Nilai
Ket
Nilai
Ket
Nilai
Ket
Nilai
Ket
Nilai
Ket
Nilai
Selisih
1
Hermin Khurul A
20,70
Normal
0,74
Moderate
68
Normal
25%
Healthy range
25,3
Normal
152,76
2,74
2
Nur Awaliah As’ad
27,53
Pre-obes
0,78
High
88
Obes sentral
37,2%
Over-weight
29,75
Normal
158,01
0,19
3
Mardhiati
23,64
Normal
0,71
Moderate
68
Normal
26%
Healthy Range
25,7
Normal
153,84
2,84
4
St. Hartini Djalil
22,82
Normal
0,73
Moderate
71,4
Normal
24%
Healthy Range
25
Normal
153,99
1,638
5
Tenri Puli
26,6
Pre-Obes
0,68
Low
74,2
Normal
33,5%
Over-Weight
31,5
Normal
162
2,7
6
Nurdianah Achmad
23,38
Normal
0,68
Low
69
Normal
29%
Healthy Range
26,8
Normal
146,12
3,37
7
Masfufah
24,17
Normal
0,79
High
73,2
Normal
26%
Healthy Range
27,3
Normal
156,37
0,87
8
Zhylvia Ramdha
17,78
Underweight
0,71
Moderate
61,2
Normal
24%
Healthy Range
22,8
KEK
153,44
0,38
9
Fitrah Ahlakul K
17,33
Underweight
0,99
Very High
62,5
Normal
21,14%
Healthy Range
21,45
KEK
153,45
1,57
10
Munawwarah
20,39
Normal
0,81
High
68,9
Normal
20,58%
Under-fat
26
Normal
152,34
1,34



IV.2. Pembahasan
1.        IMT
       Pada pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), praktikan melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan, kemudian setelah diperoleh hasil dari pengukuran tersebut maka nilai hasil dimasukkan dalam rumus IMT. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali dengan maksud untuk mengurangi resiko kesalahan yang mungkin saja terjadi dalam pengukuran.
       Pada pengukuran tinggi badan diperoleh hasil 153,05 cm. sementara pada pengukuran berat badan diperoleh hasil 41,65 kg. Nilai-nilai tersebut diperoleh setelah dua kali pengukuran kemudian dihitung rata-ratanya.
       Setelah dilakukan pengukuran dan dihitung hasilnya, maka diperoleh nilai IMT dari praktikan adalah 17,78. Nilai tersebut menyatakan bahwa praktikan berada pada kategori underweight.  Dikatakan demikian karena standar baku yang ada (kategori IMT), baik itu berdasarkan data WHO 2000, WHO 2000 penduduk Asia dewasa, dan data Riskesdas 2007 menyatakan bahwa “hasil perhitungan IMT dibawah 18,5 termasuk kategori underweight atau kurus”7.
       Pernyataan diatas didukung oleh pernyataan Jonathan (2007) dalam BMI compared with 3-dimensional body shape: the UK National Sizing Survey yang mengatakan bahwa “IMT digunakan untuk mengkategorikan underweight, berat badan normal, kelebihan berat badan dan obesitas3.
       Adapun penelitian lain yang dilakukan Kwok KM (2012) dalam Underweight problems in Asian children and adolescents menyatakan bahwa “Underweight pada anak-anak dan remaja relatif lebih umum di negara-negara Asia Selatan dan Barat dibandingkan di negara-negara Asia Timur. Berat badan sebagian besar lebih umum pada anak perempuan daripada anak laki-laki di Asia Timur. Hal ini mungkin karena kontrol berat badan di kalangan anak perempuan di tempat-tempat berkembang dilakukan dengan baik di Asia”[15].
       Seperti hasil dari percobaan ini, kategori underweight dapat menyebabkan timbulnya beberapa penyakit seperti kekurangan energi dan protein. Untuk mengatasi masalah underweight dapat dilakukan dengan mengatur dan menerapkan pola konsumsi makanan seimbang serta pola hidup sehat. Sehingga IMT yang menjadi faktor resiko beberapa penyakit dapat dihindari.
       Sementara itu Kwok KM (2012) dalam Underweight problems in Asian children and adolescents menyatakan bahwa “Strategi untuk memerangi berat badan kalangan anak-anak sekolah di negara-negara Asia menurut mereka tahap gizi harus diturunkan. Misalnya,
konseling dengan dorongan dari makanan reguler dan
citra tubuh yang sehat harus disediakan untuk  remaja kurus. Meskipun korelasi status gizi pasangan orangtua dan anak belum dikonfirmasi, yang melibatkan orang tua dalam konseling juga harus didorong. Kolaborasi peneliatian di Asia untuk menghadapi masalah underweight dalam generasi muda mungkin menjadi tantangan kesehatan umum berikutnya”15.

2.      Memprediksi Tinggi Badan
       Pada percobaan ini, praktikan memprediksi tinggi badan dengan cara mengukur tinggi lutut. Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran tinggi lutut kemudian dimasukkan dalam rumus yang berbeda sesuai dengan jenis kelamin. Hasil dari perhitungan tersebut akan diperoleh prediksi tinggi badan seseorang. Apabila selisih dari hasil perhitungan tinggi lutut dan tinggi badan semakin mendekati angka nol, maka semakin akurat pengukuran tinggi lutut tersebut terhadap tinggi badan.
       Pada percobaan ini, diperoleh hasil dari pengukuran tinggi lutut adalah 47,3 cm. Setelah angka tersebut dimasukkan dalam rumus, diperoleh nilai 153,44 cm. Sementara itu, hasil dari pengukuran tinggi badan secara normal diperoleh angka 153,05. Setelah dihitung, diperoleh selisih keduanya adalah sebesar 0,38. Dari nilai tersebut dapat dikatakan bahwa pengukuran tinggi lutut cukup akurat untuk digunakan dalam memprediksi tinggi badan.
       Hal tersebut didukung oleh pernyataan Andrew J Teichtahl (2011) dalam The associations between body and knee height measurements and knee joint structure in an asymptomatic cohort mengemukakan bahwaTinggi lutut adalah penentu beban sendi lutut. Sebuah pengukuran baru dan menarik yang mungkin terkait dengan struktur sendi lutut adalah tinggi lutut. Meskipun belum secara resmi diperiksa, alasan untuk lutut tinggi menjadi penentu penting dari struktur sendi didasarkan pada hipotesis bahwa panjang tungkai menanamkan momen besar di sekitar lutut, memproduksi torsi lebih dan beban sendi berikutnya”10.
      Tinggi badan berhubungan erat dengan tinggi lutut. Pengukuran tinggi lutut perlu dilakukan pada penderita dengan kelainan tulang belakang, atau mereka yang tidak dapat berdiri tegak seperti pada usia lanjut. Pada usia lanjut seseorang umumnya mengalami pembungkukan dan sulit berdiri, tinggi badannya dapat diukur dengan pendekatan tinggi lutut2.
       Pada percobaan ini, terdapat 7 praktikan yang memiliki hasil pengukuran dengan deviasi yang cukup jauh yaitu berturut-turut 2,74; 2,84; 1,638; 2,7; 3,37; 1,57; dan 1,34. Sehingga salah satu dari pengukuran hasil prediksi tinggi badan maupun pengukuran tinggi badan dengan berdiri tegak dapat dikatakan tidak akurat.
       Adanya ketidak akuratan pengukuran ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya kesalahan pada saat pengukuran tidak memperhitungkan posisi yang diukur , kesalahan dalam peralatan yang belum  terkalibrasi, serta faktor human error, dimana pengukur belum memiliki keahlian yang memadai dan kurang hati–hati (teliti) dalam pengukuran.
      
3.      WHR (Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul)
       Pada percobaan ini, praktikan melakukan pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk mengetahui rasionya yang kemudian hasilnya digunakan sebagai indikator risiko terhadap penyakit degeneratif atau penyakit infeksi berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur.
       Adapun hasil dari pengukuran lingkar pinggang dari praktikan adalah 60 cm dan lingkar panggul sebesar 83,8 cm. Setelah nilai tersebut dimasukkan dalam rumus , maka diperoleh angka 0,71. Berdasarkan interpretasi hasil pengukuran lingkar pinggal dan panggul, angka 0,71 berada pada status moderate, yang berarti distribusi lemak dalam tubuh sudah cukup baik dan resiko terkena penyakit kardiovaskular itu moderate (menengah).
       Hal ini harus tetap dipertahankan atau jika perlu dikurangi agar risiko terkena penyakit juga menjadi kurang atau dalam kategori low dengan cara menjaga kesehatan dan konsumsi makanan yang mengandung serat tinggi. Hasil nilai interpretasi tersebut berbeda-beda sesuai dengan jenis kelamin dan umur.
       Hasil nilai (0,71) yang diperoleh saat percobaan ternyata lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh A. Miranda Fredriks (2004) dalam Are age references for waist circumference, hip circumference and waist-hip ratio in Dutch children useful in clinical practice? Menyatakan bahwa “Mirip dengan situasi berkaitan dengan lingkar pinggang tidak ada konsensus tentang cut-off batas terbaik untuk WHR. Dalam satu Penelitian, disarankan untuk menggunakan rasio tinggi : 0.94 ke > 1.0 untuk pria dan > 0,80 sampai > 0,90 untuk wanita, karena ini dikaitkan dengan peningkatan risiko kardiovaskular penyakit dan kematian. Pada anak-anak, bagaimanapun, nilai prognostik WHR tampaknya rendah dibandingkan ke lingkar pinggang dan tidak secara akurat mencerminkan intra abdominal massa lemak”11.
       Perbedaan tersebut dapat saja terjadi dikarenakan karena perbedaan standar baku yang digunakan, seperti yang kita ketahui bahwa bentuk/ukuran tubuh manusia berbeda-beda ditentukan dengan ras, gen, dan lain sebagainya. Diketahui bahwa penelitian yang dilakukan oleh Miranda Fredriks dilakukan di Jerman yang tentunya bentuk dan ukuran tubuh penduduknya cukup jauh berbeda dengan penduduk Indonesia. Sehingga dalam menentukan status gizi juga kadang menemukan kendala pada standar baku yang digunakan.

4.      Lingkar Perut
       Pada percobaan ini, dilakukan pengukuran lingkar perut yang bertujuan untuk memantau resiko kegemukan. Selain itu dengan mengukur lingkar perut juga dapat menentukan timbunan lemak di dalam rongga perut, karena peningkatan timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkar perut.
       Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah 61,2 cm. hasil nilai tersebut tergolong normal. Karena untuk Indonesia sendiri mengggunakan standar untuk lingkar perut yang baik yaitu tidak lebih dari 90 cm untuk laki-laki dan tidak lebih dari 80 cm untuk perempuan.
       Dari seluruh praktikan yang melakukan pengukuran, hanya terdapat satu praktikan yang tergolong obes sentral, karena lingkar perutnya yaitu sebesar 88 cm. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus.
       Pernyataan diatas didukung oleh sebuah penelitian yang dilakukan Houston DK (2005) dalam Abdominal fat distribution and functional limitations and disability in a biracial cohort: the Atherosclerosis Risk in Communities Study mengungkapkan bahwa “Resiko obesitas selanjutnya akan meningkatkan risiko fungsional keterbatasan dan kecacatan di usia setengah baya dan lebih tua. Namun, beberapa studi telah meneliti asosiasi antara lemak perut, meskipun ada kecenderungan peningkatan distribusi lemak perut dengan meningkatnya umur. Kelebihan lemak tubuh didistribusikan di perut daerah telah terbukti meningkatkan risiko kardiovaskular”16.
       Kelebihan lemak juga dapat menyebabkan penyakit sindrom metabolik seperti yang diungkapkan oleh Brouwer BG (2007) dalam Abdominal Fat And Risk Of Coronary Heart Disease In Patients With Peripheral Arterial Disease menyatakan bahwa “Prevalensi sindrom metabolik lebih tinggi antara pasien dengan penyakit jantung koroner (63%) dibandingkan pasien tanpa PJK (48%). Semua parameter adipositas menunjukkan lemak berlebih pada pasien dengan CHD (coronary Heart Disease), kecuali lemak subkutan. Rasio untuk lingkar pinggang tetap hampir sama setelah penyesuaian tambahan untuk
komponen dari sindrom metabolik dan merokok17.

5.      Lingkar Lengan Atas (LILA)
       Pada percobaan ini, praktikan mengukur lingkar lengan atas. Adapun hasil yang diperoleh dari pengukuran LILA adalah sebesar 22,8 cm. Dengan hasil pengukuran seperti itu, dapat dikatakan bahwa praktikan tergolong KEK (Kekurangan Energi Kronik). Karena pada wanita usia subur dapat dikatakan KEK apabila hasil pengukuran LILA kurang dari 23,5 cm, sementara itu apabila berada diatas 23,5 cm maka dapat dikatakan normal.
       Pengukuran LILA ini merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan cepat. LILA mencerminkan cadangan energi, seingga dapat mencerminkan status KEP pada balita, KEK pada ibu WUS dan ibu hamil: resiko bayi BBLR.
       Pengukuran LILA juga digunakan untuk mengetahui massa otot seperti yang dinyatakan oleh Nicholas E (2010) dalam Monitoring the Adequacy of Catch-Up Growth Among Moderately Malnourished Children Receiving Home-Based Therapy Using Mid-Upper Arm Circumference in Southern Malawi menyatakan bahwa ”Lingkar lengan atas adalah pengukuran linear dan kurang sensitif terhadap kenaikan sementara dalam total air tubuh; hal itu sensitif terutama terhadap peningkatan massa otot (storage asam amino) dan peningkatan
lemak subkutan (penyimpanan energi). Hal ini penting dalam
praktek sebagai perubahan negatif dapat menunjukkan pola makan yang buruk praktek di rumah”
18.
       Untuk mencegah resiko negatif dari keadaan KEK ini harus diperhatikan asupan nutrisi, yaitu harus sesuai dengan kebutuhan. Diet yang diberikan adalah diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein) sehingga dapat memperbaiki kekurangan energi yang dialami.
       Adapun menurut Slinde F (2006) dalam Energy expenditure in underweight chronic obstructive pulmonary disease patients before and during a physiotherapy programme menyatakan bahwa “Pada pasien KEK, di mana salah satu tujuan adalah untuk meningkatkan berat badan, kami menemukan bahwa asupan tambahan energi tidak cukup untuk menyediakan peningkatan fisik kinerja dan keuntungan dalam berat badan. kenyataan ini mengangkat pertanyaan mengenai berapa banyak energi tambahan yang dikeluarkan selama program rehabilitasi”19.

6.      % Body Fat
       Pada percobaan ini, praktikan melakukan pengukuran terhadap tebal lipatan kulit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah lemak dalam tubuh. Pada pengukuran ini dilakukan dua pengukuran yaitu pengukuran tebal lipatan kulit pada trisep dan pengukuran tebal lipatan kulit pada subskapular.
       Hasil yang diperoleh pada pengukuran tebal lipatan kulit pada trisep yaitu sebesar 13,5 dan hasil pengukuran tebal lipatan kulit pada subskapular yaitu sebesar 15,5. Setelah nilai dari pengukuran tebal lipatan kulit pada trisep dan subskapular diketahui, maka nilai-nilainya dimasukkan dalam rumus untuk mengetahui persen lemak tubuh.
       Setelah dihitung maka diperoleh hasil yaitu sebesar 24%. Nilai ini menunjukkan bahwa praktikan berada pada status healthy range. Hal tersebut dilihat pada tabel klasifikasi persen lemak tubuh berdasarkan umur dan jenis kelamin yang dipaparkan oleh Gallagher.
       Pengukuran TLK merupakan salah satu metode penting untuk menentukan komposisi tubuh serta persentase lemak tubuh dan untuk menentukan stas gizi secara antropometrik.
       Pada percobaan ini terdapat dua dari anggota kelompok yang melakukan pengukuran berstatus overweight. Hal tersebut menunjukkan keadaan gizi yang kurang baik, karena akan rentan terkena penyakit degeneratif seperti obesitas, kardiovaskular, dan lain sebagainya.
       Adapun pernyataan yang diungkapkan oleh Bhat DS (2005) dalam Body fat measurement in Indian men: comparison of three methods based on a two-compartment model mengenai hubungan IMT dan % body fat pada orang India adalah “Indeks massa tubuh mudah untuk mengukur dalam studi klinis dan epidemiologis tetapi tidak secara langsung mengukur lemak tubuh. Hubungan antara IMT dan lemak tubuh total berbeda dalam berbeda populasi. Tampaknya bahwa orang India memiliki IMT yang berbeda-tubuh, hubungan lemak tubuh orang india dibandingkan dengan bule dan Afrika Amerika, India lebih adiposanya kebanyakan berkonstribusi pada IMT. Hubungan IMT adalah estimasi akurat dari total lemak tubuh. Metode termudah untuk digunakan dalam situasi lapangan adalah model di mana tubuh manusia terbagi menjadi dua kompartemen: lemak dan lemak bebas massa”20.
       Untuk mengurangi resiko terkena penyakit degeneratif, kita dapat menjaga % body fat tetap berada pada kondisi optimal. Yang dapat didukung dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang dan tidak dapat diabaikan juga harus cukup olahraga.





BAB V
PENUTUP

V. 1 Kesimpulan
       Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1.        Indeks Massa Tubuh (IMT) praktikan adalah 17,78 kg/m2  (underweight)
2.        Prediksi tinggi badan praktikan adalah 153,44 cm dan memiliki selisih 0,38 cm
3.        WHR  praktikan adalah 0,71 (Moderate)
4.        Lingkar perut praktikan adalah 61,2 cm (Normal)
5.        LILA praktikan adalah 22,8 cm (KEK)
6.        % body fat  praktikan adalah 24 %  (healthy range)

V.2. Saran
V.2.1 Dosen
Sebaiknya asisten dalam praktikum didampingi oleh seorang dosen sehingga praktikum dapat berjalan lebih optimal dalam hal penjelasan materi.
V.2.2 Asisten
Sebaiknya asisten memberikan informasi yang sama kepada praktikan, sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat mengenai praktikum.
V.2.3 Laboratorium
       Sebaiknya menambah alat pengukuran yang digunakan agar praktikum bisa berjalan lebih lancar dan cepat. Alat pengukuran juga harus dikalibrasi sebelum digunakan agar tidak terjadi kesalahan pengukuran.
V.2.4 Praktikum
Sebaiknya pada saat praktikum, praktikan lebih menjaga suasana praktikum sehingga praktikan lain tidak saling mengganggu.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Supariasa, dkk. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2.      Almatsier, Sunita dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

3.      Wells, J.C.K., Philip, T. and Tim, J. (2007). “BMI compared with 3-dimensional body shape: The UK National Sizing Survey”. The American Journal Of Clinical Nutrition. c85:419 –25.

4.      Euser, A.M., Martijn, J.J.F., Mandy, G.K.V., Elysée, T.M.H,. Jan, M.W. and Friedo, W.D. (2005). “Associations between prenatal and infancy weight gain and BMI, fat mass, and fat distribution in young adulthood: a prospective cohort study in males and females born very preterm1–3”. The American Journal Of Clinical Nutrition. 81:480 –7.

5.      Lei, S.F., Liu, M.Y., Chen, X.D., Deng, F.Y., Lu, J.H., Jian, J.H., Xu, H., Tan, L.J., Yang, Y.J., Wang, Y.B., Xiao, S.M., Sun, X., Jiang, C., Guo, Y.F., Guo, J.J., Li, Y.N., Liu, Y.J. and Deng, H.W. (2006). “Relationship of total body fatness and five anthropometric indices in Chinese aged 20–40 years: different effects of age and gender”. European Journal Of Clinical Nutrition. 60, 511–518.

6.      Arisman. 2011. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

7.      Sirajuddin, Saifuddin, dkk. 2012. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Antropometri, Biokimia, Survei Konsumsi Pangan. Makassar: Universitas Hasanuddin.

8.      Linda Dwijayanthi. 2011. Ilmu Gizi Menjadi Sangat Mudah Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

9.      Hermaduanti, N dan Sri Kusumadewi. (2008). “Sistem pendukung keputusan berbasis sms untuk menentukan status gizi dengan metode k-nearest neighbor”. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. ISSN: 1907-5022. E 49 - E 56.

10.  Teichtahl, A.J., Anita, E.W., Boyd, J.S., Yuanyuan, W., Patricia, B., Miranda, D.T. and Flavia, M.C. (2012). “The associations between body and knee height measurements and knee joint structure in an asymptomatic cohort”. BMC Musculoskeletal Disorders. 1-7.
11.  Fredriks, A.M., Stef, V.B., Minne, F.S., Pauline, V.V., Jan, M.W,. (2004). “Are age references for waist circumference, hip circumference and waist-hip ratio in Dutch children useful in clinical practice?”. 164: 216–222.

12.  Azwar, A. (2004). “Tubuh sehat ideal dari segi kesehatan”. Seminar Kesehatan Obesitas, Senat Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. 1-7.

13.  Rosello, J.M., Maria, T. and Leo, M. (2004). “Study of abdominal circumference proportions in fetuses with growth disorders”. Arch Gynecol Obstet. 272: 40–42.

14.  Chumlea, W.C., Schubert, C.M., Towne, B., Siervogel, R.M.. and Sun, S.S.  (2009). “Left ventricular mass, abdominal circumference and age: the fels longitudinal study”. The Journal Of Nutrition, Health & Aging. Volume  Number 2009.

15.  Mak, K.K & Sharon, H.T. (2012). “Underweight problems in Asian children and adolescents”. Eur J Pediatr. 171:779–785.

16.  Houston, D.K., Stevens, J. and Cai, J. (2005). “Abdominal fat distribution and functional limitations and disability in a biracial cohort: the Atherosclerosis Risk in Communities Study”. International Journal Of Obesity. 1457–1463

17.  Brouwer, B.G., Frank, L.J., Visseren, R.P., Stolk. and Yolanda, V.D.G. (2007). Abdominal Fat and Risk of Coronary Heart Disease in Patients with Peripheral Arterial Disease. Obesity vol. 15 no. 6 june 2007.

18.  Connor, N.E and Mark, J.M. (2010). Monitoring the Adequacy of Catch-Up Growth Among Moderately Malnourished Children Receiving Home-Based Therapy Using Mid-Upper Arm Circumference in Southern Malawi. Matern Child Health Journal. 15:980–984.

19.  Slinde, F., Kvarnhult, K., Gronberg, A.M., Nordenson, A., Larsson, S.. and Hulthen, L.. (2006). Energy expenditure in underweight chronic obstructive pulmonary disease patients before and during a physiotherapy programme. European Journal Of Clinical Nutrition. 60, 870–876.

20.  Bhat, DS., Yajnik, C.S., Sayyad, M.G., Raut, K.N.,  Lubree, H.G., Rege, S.S., Chougule, S.D., Shetty, P.S., Yudkin, J.S. and Kurpad, A.V.. (2005). Body fat measurement in indian men: comparison of three methods based on a two-compartment model”. International Journal Of Obesity. Vol 29. 842–848.



LAMPIRAN

Perhitungan
a.    IMT         =
                            =
                            = 17,78  kg/m2  (Underweight)

b.      Memprediksi Tinggi Badan (Berdasarkan Tinggi Lutut)
           = 84,88     (0,24 x Umur) + (1,83 x TL) – 75  Umur x 1,2
                                                                                         5
           = 84,88 – 4,8 + 86,559 – 13,2
           = 153,439

c.       WHR      =
                            =
                            = 0,71 (Moderate)

d.      Lingkar Perut = 61,2 cm (Normal)

e.       LILA      = 22,8 cm (KEK)

f.        % Body Fat
Wanita 18-23 tahun
              Db         = 1,0897 – 0,00133 (∑tricep+scapula)
              Db         = 1,0897 – 0,00133 (13,5 + 15,5)
                            = 1,0897 – 0,03857
                            = 1,05113
              % Body Fat   = [(4,76 / Db) – 4,28] x 100
                                    = [(4,76 / 1,05113) – 4,28]x100
                                    =24 %  (Healthy Range)


[1] Supariasa. 2012. Penilaian Status Gizi
[2] Almatsier, dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan
[3] Jonatahan CK Wells et al. 2007. BMI compared with 3-dimensional body shape: the UK National Sizing Survey. 1–3.85:419 –25.
[4] Anne M Euser et al. 2005. Associations between prenatal and infancy weight gain and BMI, fat mass, and fat distribution in young adulthood: a prospective cohort study in males and females born very preterm. 81:480 –7.
[5] Lei SF et al. 2006. Relationship Of Total Body Fatness And Five Anthropometric Indices In Chinese Aged 20–40 Years: Different Effects Of Age And Gender. 511–518
1 Supariasa. 2012. Penilaian Status Gizi
2 Almatsier, dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan
[6] Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan             
[7] Saifuddin Sirajuddin, dkk. 2012. Penuntun Praktikum
[8] Linda Dwijayanthi. 2011. Ilmu Gizi Menjadi Sangat Mudah. Edisi 2.
[9] Hermaduanti, N, dkk. 2008. Sistem Pendukung Keputusan Berbasis Sms Untuk Menentukan Status Gizi Dengan Metode K-Nearest Neighbor. E-49

2 Almatsier, dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan
3 Jonatahan CK Wells et al. 2007. BMI compared with 3-dimensional body shape: the UK National Sizing Survey. 1–3.85:419 –25.
7 Saifuddin Sirajuddin, dkk. 2012. Penuntun Praktikum

6 Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan
[10] Andrew J Teichtahl et al. 2011. The associations between body and knee height measurements and knee joint structure in an asymptomatic cohort. 1-7

6 Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan
7 Saifuddin Sirajuddin, dkk. 2012. Penuntun Praktikum

1 Supariasa, dkk. 2012. Penilaian Status Gizi
7 Saifuddin Sirajuddin, dkk. 2012. Penuntun Praktikum
[11] Fredriks AM et al. (2004). Are age references for waist circumference, hip circumference and waist-hip ratio in Dutch children useful in clinical practice?. 164: 216–222

[12] Azrul A. 2004. Tubuh Sehat Ideal Dari Segi Kesehatan
[13] Jose M et al. 2004. Study of abdominal circumference proportions in fetuses with growth disorders. 272: 40–42
[14] W.C. Chumlea et al. 2009. Left Ventricular Mass, Abdominal Circumference And Age: The Fels Longitudinal Study. 1-5
7 Saifuddin Sirajuddin, dkk. 2012. Penuntun Praktikum
8 Linda Dwijayanthi. 2011. Ilmu Gizi Menjadi Sangat Mudah. Edisi 2.
2 Almatsier, dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan
1 Supariasa, dkk. 2012. Penilaian Status Gizi
6 Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan
7 Saifuddin Sirajuddin, dkk. 2012. Penuntun Praktikum
2 Almatsier, dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan
1 Supariasa, dkk. 2012. Penilaian Status Gizi
7 Saifuddin Sirajuddin, dkk. 2012. Penuntun Praktikum
3 Jonatahan CK Wells et al. 2007. BMI compared with 3-dimensional body shape: the UK National Sizing Survey. 1–3.85:419 –25.
[15] Kwok KM et al. 2012. Underweight problems in Asian children and adolescent. 171:779–785
15 Kwok KM et al. 2012. Underweight problems in Asian children and adolescent. 171:779–785
10 Andrew J Teichtahl et al. 2011. The associations between body and knee height measurements and knee joint structure in an asymptomatic cohort. 1-7
2 Almatsier, dkk. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan
11 Fredriks AM et al. (2004). Are age references for waist circumference, hip circumference and waist-hip ratio in Dutch children useful in clinical practice?. 164: 216–222
16 Houston DK et al. 2005. Abdominal fat distribution and functional limitations and disability in a biracial cohort: the Atherosclerosis Risk in Communities Study. 1457–1463
17 Brouwer BG et al. 2007. Abdominal Fat And Risk Of Coronary Heart Disease In Patients With Peripheral Arterial Disease. 1623-1630
18 Nicholas E, et al. 2010. Monitoring the Adequacy of Catch-Up Growth Among Moderately Malnourished Children Receiving Home-Based Therapy Using Mid-Upper Arm Circumference in Southern Malawi. 15:980–984
19 Slinde F, et al. 2006.  Energy expenditure in underweight chronic obstructive pulmonary disease patients before and during a physiotherapy programme. 60, 870–876
20 Bhat DS, et al. 2005. Body fat measurement in Indian men: comparison of three methods based on a two-compartment model. 29, 842–848

3 komentar:

  1. artikelnya bagus kak, mampir dulu ke saya
    http://indonugraha.blogspot.co.id/

    BalasHapus
  2. online casino -ambienshoppie
    › online › casino › free_gaming › online › casino › free_gaming Play Online Casino 온라인 카지노 가입 at the Best Free Casino 2021! Gamble online on a wide range of casino games and choose from our huge selection of free slots and

    BalasHapus
  3. Blackjack, Slots, Video Poker - Mapyro
    Free 김제 출장안마 Casino games, 속초 출장안마 casino games 대구광역 출장마사지 and bonuses. Play Online 포항 출장마사지 Blackjack, Slots, Video 동해 출장안마 Poker - Mapyro

    BalasHapus